Menemukan Cinta

menemukan cinta

Saya setuju dengan yang dituliskan Tirta di blognya “Semakin kita tua, rasanya semakin sulit untuk jatuh cinta.” Mungkin pernyataan ini sifatnya subjektif, tetapi setidaknya saya juga merasakan hal yang sama. Mengingat hingga sekarang saya belum juga menikah.

Semakin tua, saya merasa semakin realistis. Mungkin karena sudah ditempa dengan berbagai kekecewaan atas ekspektasi yang tidak terpenuhi, janji yang tidak ditepati, atau sudah takut dan lelah dengan rasa sakit hati. Beda dengan ketika masih umur belasan hingga awal dua puluhan, dilirik oleh lawan jenis yang rupawan saja bisa deg-degan susah tidur semalaman.

Beberapa kali dikenalkan dengan pria, tidak juga mengubah kondisi saya untuk memutuskan to tie the knot. Selalu ada alasan.

“Terlalu pintar.”

“Ga nyambung ah kalo diajak ngobrol.”

Hingga…

“Duh masa ga bisa bedain pemakaian to-be sih! Grammar-nya parah!”.

Saya picky? Harus. Rasa nyaman itu tidak dijual baik eceran maupun dalam partai besar.

Saya sempat berpikir kalau alasan itu semata-mata hanyalah ketakutan saya. Ketakutan untuk kehilangan segala bentuk kebebasan yang selama ini saya miliki sebagai seorang lajang. Ketakutan untuk tidak dapat secara independen menentukan variable kebahagiaan.

Melihat satu persatu sahabat menikah, tak serta merta membuat saya memutuskan untuk menjalin hubungan baru, menjalani sesuatu yang serius. Kekhawatiran saya ditinggalkan sahabat dengan kesibukan mereka mengurus keluarga, tidak juga membuat saya bergegas mengiyakan permintaan teman pria untuk menemui orang tua.

I don’t want to make a permanent solution to a temporary problem.

Hingga akhirnya hampir setahun lalu saya dikenalkan dengan seseorang. Sebenarnya hal seperti ini bukan kali pertama. Saya putuskan untuk menerima tawaran tersebut dengan satu ekspektasi, menambah relasi.

Ada yang berbeda.

Kali ini saya kehilangan alasan yang dulu selalu ada untuk “menolak”. Ada ruangan baru yang saya ciptakan untuk menerima kekurangan-kekurangannya di sana.

“No body’s perfect, right?”

Ya, bersamanya saya bisa legowo menjalankan petuah kuno itu. Termasuk perbedaan zona waktu dan jarak lima belas ribu kilo meter berjauhan pun tak mengapa.

Sebagian orang menemukan cintanya melalui perjodohan, perkenalan sejak di bangku sekolah atau kuliah, hingga persahabatan. Sebagian lagi menemukannya di antah berantah, ketika melakukan perjalanan. Sementara saya menemukan cinta melalui pihak ketiga, yang entah dengan tiba-tiba menawarkan “jasa perantara”.

Kami juga tidak pernah tau bagaimana akhir cerita ini. Setidaknya kami sudah berani mencoba. Mencoba untuk saling mengenal, belajar memahami, dan berkompromi dengan keterbatasan yang ditawarkan LDR.

Mungkin sejatinya menemukan cinta bisa di mana saja, kapan saja. Selamat menemukan cintamu!

Ditulis dengan diiringi alunan Jamie Lawson dari iTunes.

I thought love wasn’t meant to last
Honey, I thought you were just passing through
I wasn’t expecting that

Image credit: picjumbo.com

33 pemikiran pada “Menemukan Cinta

  1. Saya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita itu sedarinya jodoh yang diberikan Allah untuk kita, apapun itu, mulai dari keluarga, persahabatan, masalah, pekerjaan, sampai soal pasangan hidup. Jadi memang engga perlu terlalu spekulasi dengan kata-kata orang, toh yang jalanin kan kita bukannya mereka. Semoga langgeng sampai momen “tying the knot” ya Saf. All the best!

    • Duuuh couldn’t agree more. Karena senang atau sedih kita sendiri yang ngrasain, mreka juga ga berpartisipasi apa2 hahha. Iyaaa Wien, makasih banyak atas doanya 🙂 Kamu juga yaa, all the best!

      • Mereka punya partisipasi Saf, apalagi kalau menjadikan kita sebagai topik pembicaraan *nyinyir* 😀
        Amin Saf, thank you juga untuk doamu, all the best untuk kita berduaaa

  2. Kalau udah ngomong LDR ribuan kilometer itu jadi ingat pas LDR-an Jakarta-London yang ternyata malah lebih mudah daripada Jakarta-Palembang. Mungkin itu lebih karena perbedaan subjek sih. Haha.

    Semoga sukses LDR-nya, mbak.

  3. it is indeed a very sweet writing about meeting someone with the prospect of being the one. Semoga dilancarkan dan dimudahkan ya Bu Saaf 🙂

    • makasiii Octa udah mampir baca. La gimana, masa kalo ga nyaman mau dipaksa. Orang juga bakal cape sendiri kok nanyain “kapan kawin?” hahaha
      Aaamiin makasih doanya. Smoga kamu juga yaa

  4. duuhh kok ya baca ini pas lagi mendung dan gerimis syahdu gini siihhh *elap air mata*
    semoga selalu dimudahkan ke depannya yaaah….aamiin

      • mbak, cowoknya udah dikasih tau mas cum belum?.. dia mau nerawang hihihihi

        btw aku pernah LDR lama kak, rasanya ya gitu deh…

        denger lagu yang kayaknya mirip ama situasi kita bawaaanya Baper mulu. hehehehe

  5. Semua kisah ada waktunya, terjadi dengan indah betapa buruknya itu, tapi selalu tepat. Dan jangan lupa perlu effort dari dua pihak untuk mempertahankan… selamat ya… semoga langgeng..

  6. Aku ngerti banget rasanya iniii.. ketemu cinta emang bisa dimana aja. Akupun menemukannya di belahan dunia sana, terpisah jarak dan waktu hehehe. Semangat LDR nya, semoga selalu bahagia dan berakhir bahagia 🙂

  7. Setiap hal datang pada saat yang tepat. Tidak datang terlalu cepat maupun terlambat. Semoga dimudahkan menuju kepada kebaikan yg ingin dituju.

Tinggalkan Balasan ke Safitri Sudarno Batalkan balasan