Menjadi lajang di usia 25+ banyak suka dukanya. Setidaknya ini berdasarkan pengalaman yang saya rasakan. Hal yang tidak mengenakkan sih biasanya ketika pergi ke kondangan atau lebaran, dengan tidak membawa pasangan. Risih saja kalau ditanya “kapan nyusul menikah nih?”. Padahal pernikahan bukanlah lomba yang dimenangkan oleh siapa yang mencapai depan penghulu duluan.
Entah banyak yang menyadari atau tidak, namun bagi saya hal yang paling membuat sedih menjadi lajang adalah ketika tagihan bulanan datang. Saya harus membayarnya sendirian *kekepin dompet* :P.
Di samping hal-hal tidak enak di atas, sebenarnya ada banyak privilege yang dimiliki seorang lajang. Saya bisa menyelesaikan kuliah pasca sarjana tanpa harus memikirkan biaya membeli susu dan popok. Saya bisa traveling ke tempat yang sebelumnya hanya bisa saya lihat di kartu pos atau Instagram travelers lain, dengan pengeluaran hanya untuk satu orang. Saya bisa pergi ke sana kemari dan membangun networking dengan lebih fleksibel.
Menurut saya, networking ini termasuk salah satu ikhtiar untuk mendatangkan jodoh loh. Percaya ga? Dengan pergaulan yang semakin luas, maka akan lebih banyak yang mengenal kita dan membuka peluang untuk menjadi media mempertemukan kita dengan jodoh potensial. Saya dengan significant other juga hasil dikenalin :D.
Jalan berjodoh memang bermacam-macam dan misterius. Berdasarkan cerita beberapa teman dekat, berikut ini bagaimana cara mereka bertemu pasangan masing-masing.
Dikenalkan oleh Saudara Jauh
Salah satu sahabat saya sejak kuliah (sebut saja namanya Laras) menemukan jodoh melalui perantara saudara jauh. Sang perantara ini adalah teman kantor pria yang akan dikenalkan ke Laras. Awalnya, Laras juga enggan untuk menerima tawaran karena saudara jauhnya ini sudah seumuran “bapak-bapak”. Laras mengira akan dikenalkan kepada seorang “bapak-bapak” yang sudah “ngebet” nikah.
Singkatnya, perkenalan dimulai dari sms tanpa basa basi.
“Saya Bima”.
“Saya Laras”. Titik.
Beberapa hari setelah sms pertama diterima, mereka baru memulai percakapan lain, yang berujung dengan janji temu di sebuah tempat makan. Saat ini Laras dan pria tersebut sudah memiliki seorang anak laki-laki :D.
“… the soul mate doesn’t have to be a romantic relationship. Sometimes in life, you meet people when you need them, and there is an immediate connection.” Alison G. Bailey
Teman Sekantor
Ini juga sering terjadi, berjodoh dengan rekan kerja. Intensitas bertemu yang tinggi, ditambah dengan obrolan yang nyambung karena berada pada lingkungan yang sama, beberapa teman saya menikah dengan rekan kerjanya.
Ada juga sih teman yang menjadikan “mencari jodoh” sebagai motif mencari kantor baru. Ketika dia sudah dua tahun bekerja di sebuah kantor dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan menemukan soul mate-nya, maka dia akan resign dan pindah tempat kerja :D.
Nah, yang menjadi persoalan adalah bagaimana jika kita bekerja di perusahaan yang memberlakukan peraturan “tidak boleh menikah dengan sesama pekerja?”. Hidup adalah pilihan. Take it or leave it. Kalau jodoh dan rasa nyaman sih susah didapatkan, sementara tempat untuk mencari nafkah kan bisa dicari lagi :P.
“Love is all about guts. If you have it, you fight with the world. If you don’t, you fight with yourself.” Heenashree Khandelwal, Soulmates, By Chance
Sosial Media
Berawal dari saling mem-follow akun social media, stalking yang menumbuhkan rasa kagum atas pemikiran si dia yang dituangkan di sana, lama-lama obrolan dibawa ke japri. Ada juga teman saya yang akhirnya menikah dengan pria yang merupakan follower social media-nya.
Matchmaking App
Matchmaking atau dating app dapat dijadikan salah satu media perantara juga dalam menemukan jodoh. Hal ini sudah dibuktikan dalam kisah nyata love life seorang teman dekat. Mungkin ada yang bilang ini mustahil, but it happens! Jalan berjodoh selalu menjadi misteri :D.
Jika mau mencari di PlayStore, ada banyak aplikasi semacam matchmaking. Namun jika ingin berkenalan dengan orang-orang yang sekota yang sudah terverifikasi akunnya, maka bisa mencoba aplikasi Woo.
Ada Apa di Woo?
Kenapa kok harus mencoba Woo?
Mudah dihubungkan dengan Facebook
Sering kali saya merasa malas untuk mengisi informasi diri sebagai profile. Ketika sign up pada Woo, kita dapat memilih untuk login dengan menggunakan Facebook account kita. Voila! Profile picture hingga personal info lainnya langsung diambil dari Facebook!
About Me
Pada halaman About Me, Woo membaginya dalam tiga bagian yakni Personality, Lifestyle, dan Passion & Interest. Tinggal diklik dan pilih saja yang sesuai dengan kepribadian kita. Gampang banget kan!
Tampilan bagian Passions & Interests. Tinggal pilih-pilih saja.
Di bagian Personality, kita dapat memilih tiga hal yang paling menggambarkan diri kita. Kalau saya salah satunya sih pasti cranky when hungry :D.
Tag Search
Woo juga memfasilitasi penggunanya dengan fitur Tar Search. Misal, saya suka banget traveling dan suka dengan Nat Geo Adventure, maka saya bisa mencari orang lain yang memiliki kesukaan sejenis dengan mengklik tag “traveling” dan “NatGeo” tersebut.
Swap as You Like
Woo akan memberikan suggestion terhadap profile pengguna lain, melalui algoritma tertentu, yang mungkin cocok dengan kita. Bisa karena range usia, pekerjaan, kesukaan, atau hal lainnya yang sudah kita isikan pada bagian Profile dan About Me. Kalau kita menyukai profile yang dimunculkan Woo, klik tombol centangnya. Tapi kalau tidak suka, tinggal diklik tombol silang. Nah ketika kedua akun saling nge-like, baru deh muncul window chat untuk berkomunikasi. Jadi tidak sembarang orang bisa berkomunikasi dengan kita. Lebih nyaman deh :).
Setelah menginstall aplikasi ini di hp, saya mendapatkan notifikasi kalau profile saya di-like oleh beberapa orang. Setelah itu saya tinggal memilih, siapa yang profile-nya menarik untuk di-like balik.
Bagaimana? Sudah siap membuka diri dan hati? Selamat menemukan jodohmu, karena berjodoh adalah pilihan. Pilihan apakah mau memulai sekarang atau nanti, mau melalui perantara orang atau aplikasi :).
Image credit: picjumbo.com
Uhuk.. ditunggu undangannya ya mba..
*permisi numpang lewat*
Ih kok pede diundang sih kamu? hahahah. Doakan lancar yaaa Barni
Cieeee, curhat ini ya. Semoga segera mendapatkan the Significant Other-nya kak.
Udah dapet kok 😍
“Padahal pernikahan bukanlah lomba yang dimenangkan oleh siapa yang mencapai depan penghulu duluan.” <—- Setuju pake banget!
Nah nah kan. Toss dulu kita!
Pertanyaan di paragraf terakhir, jawabannya: kapan-kapan deh! Hahaha…
Eh eh jangan kabur. Trus kapan jadinya? Hahahah
umurnya bukannya 30+ ya mbak 😀
Umur hanyalah angka, yg ptg gimana ngisinya *denial* hahahah
bijaaak
25+ masih muda, hehehe…
Semoga cepat naik pelaminan, nikah maksudnya.
*brb minum jami awet muda* Aamiiin makasih atas doanyaaaa *khusyuk doa*
Aduh, ada ceritaku diatas 😅
Ih ge er kamuh! *drpd suruh bayar royalti* Hahahah kamu menginspirasi bgt sih
oalah, Laras itu….
Uhukkk *benerin jilbab “perkenalkan, …ehhmm laras bukan nama sebenarnya” huahaha. Kapan2 Dan tak tulis kisah pertemuan kami, lek wes ultah perkawinan ke 5 #siksuwe😆
Loooh pelanggaran mas Dani blm tau kisahnya denald 😂
Huhahahahahaha…. *SetiaMenanti *TulisanDiBelakangTrukPantura
MAsih keinget upaya menyamakan zona waktunya. Pake app ini bisa diperkecil lah ya Kak perbedaan zona waktunya 😀
Bisaaa bisa. Tapi aku maunya sama si mas yg lagi jauh hahahah
Hahaa undangan….undangan
haha.. kondangan yaa ? berat memang #langsungnangis
Ini sponsored post ya, Mbak? XD
Akuuu sedang berada di fase ini. *hiks….
Ketika teror pertanyaan kapan nikah menjadi momok yg menyebalkan. *curcol heheheh
Welcome *pukpuk* 😂
banyak yang berjodoh lewat socmed dan langgeng. Tapi saya selalu gagal membayangkan, kok bisa ya kenal lewat socmed terus bisa mempercayakan hidupnya untuk dibangun bersama dgn si calon pasangan itu? Walaupun, yah, pasti pakai proses perkenalan dan pertemanan yang cukup panjang.
jadi apa sudah ketemu jodoh di woo? hehe
salam kenal ya 🙂
Jadi gimana ??? eh gimana ??? kapan ??? oh 25++
semoga teman-teman yang nge-apply woo cepat menemukan jodoh yang pas yach.
Susahnya tipe kayak aku ini yang gak mudah jatuh hati, kalo udah jatuh hati, ya ampun susahnya move on. Sekalinya kejadian, eh aku telat. “Kenapa kamu gak bilang dari dulu, padahal aku nunggu.” ngehe kan? *duh malah curhat dimari*