2022 Akhirnya Membeli Tanah…… Makam

Menjelang akhir tahun 2022, kami (saya dan suami) mencoret salah satu wish list jangka panjang kami yakni membeli tanah makam. Awalnya sih enggak kepikiran untuk menyiapkan hal ini, sampai saya membaca postingan intagram @annisast dan youtube-nya. Selama ini kami sibuk membuat perencanaan dan perhitungan untuk kehidupan di masa depan; dana darurat, dana pensiun, dana pendidikan anak, dan kami seakan diingatkan untuk juga memikirkan satu hal yang pasti yakni mempersiapkan kematian, terutama memberikan kemudahan bagi mereka yang masih hidup dan akan mengurusi prosesi pemakaman kami. Namanya juga ikhtiar, sebisanya selama hidup meminimalkan untuk menyusahkan orang lain, demikian juga ketika mati.

Ketika melihat postingan Annisa, sedih banget baca komentar negatif dari netizen. Ada yang bilang apakah dengan membeli tanah makam yang tidak murah itu akan menjadi jaminan masuk surga 😆 . Kalau komennya kayak gini kan ya emang ga perlu ditanggapi, karena ya emang ga nyambung. Netizen suka lupa kalau kondisi setiap individu atau rumah tangga beda-beda, baik dalam prioritas, latar belakang, finansial dan lainnya yang mengakibatkan keputusan yang dibuat juga akan berbeda satu dengan lainnya. Dalam hal menghargai pilihan hidup dan keragaman, sepertinya kita masih musti banyak belajar 🙂 .Baca selebihnya »

Iklan

Menua

Gambar diambil dari Twitter

Ketika masih kecil, masih tidur bareng orang tua, ada masanya saya akan menangis setiap mau tidur karena takut bapak ibu saya akan menua. Saya takut kalau suatu saat orang tua saya meninggal. Di lain hari saya berencana untuk menjadi monk, agar tidak dipusingkan dengan urusan duniawi dan bisa fokus untuk beribadah saja sehingga bisa masuk surga.Baca selebihnya »

Resign

Tahun 2022 saya diawali dengan keputusan yang monumental: resign. Bagaimana pun sudah dipikirkan dan dipersiapkan beberapa tahun, saya tetap merasa “ambyar” ketika harus meninggalkan pekerjaan yang sudah saya mulai sejak Desember 2010. Tulisan ini saya buat sebagai pengingat di masa depan kenapa saya mengambil jalan ini, dan tentu saja sebagai kenang-kenangan bahwa saya pernah mengambil keputusan sulit dalam hidup.Baca selebihnya »

Keputusan Finansial Terbaik di 2020

Salah satu hal yang banyak saya pelajari di tahun 2020 adalah mengelola finansial. Sejak pandemi Covid19 terjadi, kantor memutuskan untuk WFH, banyak akun di Instagram yang saya follow mengadakan IG Live di jam istirahat siang. Jam istirahat jadi bisa dimanfaatkan untuk menambah ilmu baru, atau ya sekedar menguatkan ilmu yang sebelumnya memang sudah saya ketahui. Luar biasa sih, para pemilik akun berbagi ilmu gratis mulai dari parenting, mental health, dan yang jadi gong buat saya adalah literasi finansial.

Baca selebihnya »

LDM di Kala Pandemi dan Cerita Bertemu Marriage Counselor

Bagi sebagian orang, Long Distance Marriage mungkin bukan pilihan. Tapi bagi kami yang dari awal berhubungan juga sudah dimulai dengan LDR, sementara sebelum menikah suami juga belum mendapatkan pekerjaan yang cocok di Jakarta, maka LDM adalah pilihan yang terbaik saat itu. Saat hidup masih baik-baik saja tanpa Covid. Saat suami bisa pulang ke Jakarta setiap weekend.

Bagaimana rasanya LDM di saat pandemi seperti sekarang? Berat di dua minggu pertama, karena kami punya kebiasaan untuk merapikan seprai bersama. Rasa kehilangan, ada yang kurang lengkap, muncul ketika aku harus merapikan seprai sendirian. Sedih banget sih rasanya saat itu, tapi ya musti dijalani.Baca selebihnya »

Persiapan Sebelum Menikah

Mumpung masih satu setengah tahun menikah, aku mau share list yang masuk ke bagian persiapan menikah kami. List ini di luar hiruk pikuk keribetan mengurus printilan untuk hari H, karena kami udah menyerahkannya ke WO dan minta bantuan keluarga. Maklum, aku dan Sandi sama-sama jauh dari lokasi pernikahan, sebisanya minta ke WO untuk ngurusin macem-macem.  Alhamdulillah dapet WO yang enak banget diajak kerja sama.Baca selebihnya »

Belajar Kehidupan di Jalanan

Suara gemuruh di langit Jakarta sore ini membuat saya bergegas memesan Uber agar bisa segera pulang dari rumah teman di Jakarta Timur. Sebenarnya ada hal yang bikin saya was-was ketika naik taksi online ataupun konvensional sendirian, suasana awkward kalo lagi berdua dengan driver-nya dan diem-dieman kayak orang musuhan. Tapi yang lebih menyebalkan adalah ketika dapat driver yang “berisik” dan bikin saya males nanggepin. Dari titik ini saya menyadari bahwa mendapatkan driver yang asik adalah sebuah rejeki.

Demikian halnya dengan hari ini.

Driver saya adalah seorang mas-mas berusia sekitar early 30s. Obrolan kami diawali dengan tema macetnya jalan tol sekitar TMII yang akan kami lewati, dan pertanyaan “sudah berkeluarga Mba?”. Sebenarnya saya ga paham kenapa sering mendapatkan pertanyaan seperti ini. Sebagai seorang perempuan lajang, berdua bersama stranger, diberikan pertanyaan ini sejatinya mengusik ketenangan saya selama berada di dalam mobil.Baca selebihnya »