Unforgettable 2015

Tahun 2015 sudah berlalu. Rasanya baru kemarin saya mendekam berhari-hari di kamar mengisi liburan Natal 2014 dengan maraton membaca novel Ika Natassa, Twivortiare dan Twivortiare 2. Kemudian mengunjungi rumah orang tua menghabiskan liburan Tahun Baru 2015. Time flies.

parents house kediri

2015 memang tahun yang sangat berkesan, karena banyak hal terjadi di tahun ini.Baca selebihnya »

Iklan

Oase di Padang Pasar: Belajar di Post Santa

Menemukan tempat menghabiskan weekend selain di mall adalah hal yang sangat membahagiakan bagi saya. Tak hanya aman untuk kesehatan dompet, juga baik untuk kesehatan hati. Di mall keseringan melihat pasangan gandengan tangan, bikin hati perih.

Post Santa adalah oase bagi [kami] para pecinta buku. Berada di lantai dua Pasar Santa, Post Santa tersembunyi namun mencolok di kerumunan kios-kios lainnya. Warna kuning dan hitam dengan tulisan “books, gatherings, and all things creative” membuat kios ini berbeda.

Post Santa Pasar Santa
Peserta berusaha mencerna ilmu baru dari Mas Fahri 😀

Gambar diambil dari Pindai.

Baca selebihnya »

Buku, Buku, Buku….

Beberapa hari yang lalu saya membulatkan tekad untuk mengunjungi dokter mata. Selain untuk memeriksakan mata yang terasa mulai kabur dengan kacamata yang sedang saya pakai saat itu, saya juga bermaksud untuk memanfaatkan jatah claim kacamata dari asuransi kantor yang nominalnya cukup lumayan.

Setelah memeriksakan mata di RS Aini, ternyata oh ternyata, dengan berbesar hati saya menerima hasil dari sang dokter bahwa minus mata saya bertambah. Kali ini, jumlah pertambahannya bisa dibilang cukup banyak (kurang lebih 0,5 untuk setiap mata) *nangis meminta maaf pada mata*. Sekarang mata saya berminus 3,25 dan 3.

Setelah dipikir-pikir, mungkin ini diakibatkan oleh semakin meningkatnya kecanduan saya untuk membaca buku. Sering kali belakangan saya memanfaatkan weekend dan menargetkan untuk menyelesaikan membaca setidaknya satu buah buku. Dimulai dari jumat malam (kalau tidak berkebutuhan tidur awal karena sakit), saya akan mulai begadang untuk membaca atau menulis. Terkadang saya tidur setelah jam tiga dini hari, dan akan melanjutkan membaca setelah tidur.

Rasanya….ada kepuasan yang sulit untuk diucapkan setiap kali menyelesaikan membaca sebuah buku setiap weekend. Dari buku yang saya pilih, selalu ada pengalaman imajinatif yang menguatkan, informasi yang mengayakan, traveling baik jiwa maupun pikiran. Setiap menyelesaikannya, rasanya saya siap menghadapi hari senin dengan semangat baru. Saya lebih rela untuk menghabiskan weekend untuk membaca daripada nonton film di bioskop (karena tiket weekend harganya mahal, dan lebih senang nonton ketika weekdays :p).

Sekarang saya sedang menyelesaikan Berjalan Menembus Batas (buku yang saya peroleh dari talk show Kick Andy pada peringatan Hari Kartini di kantor) dan Travelers Tales Belok Kanan: Barcelona! (yang saya pinjam dari perpustakaan kantor).

Dan akhirnya, SAYA INGIN JALAN-JALAAAAAAAN!

How To Stop (A While) Buying Books?

Lately, I really love to buy books. Everytime I go to Jakarta, Bekasi or places where I can find Gramedia, I’ll take time to visit the bookstore. Even though I know and aware that I still have several unread books, I can’t resist myself to take a book or two with me and bring it home.

The Lovely Books

Those are books that I haven’t read yet.

When I went home last week, I visited Gramedia in Malang while waiting for my travel car. At that time, I’ve already brought The Pillars of The Earth with me to prevent my urge for bringing more books home with me. Unfortunately, it didn’t work. I successfully bought Eat Pray Love by Elizabeth Gilbert, Cinta by Ollie, and Un Soir Du Paris :(.

Now, I am having not less than 18 books to read (and I still want to buy several). I keep opening online bookstores to look around some titles. Somehow I don’t count how much money I’ve spent in a month to buy books.

From each book I get countless information, imagination, irresistible and rapturous experiences, fun, knowledge, devotion, vocab and much more. They always satisfy my thirst to those matters. In short, they bring exuberance on my day.

The last, I don’t know how to control my urge from buying books :(.

Aku dan Toko Buku

Sejak tiap hari minggu ikut les, aku jadi sering banget ke Gramedia Grand Indonesia. Dan rupanya hal ini bisa membuat kecanduan.

Ya, aku candu membeli buku. Kalopun hari itu aku ga ada rencana mau ngapain setelah les, nonton misalnya, maka aku akan ke toko buku. Belum tau buku yang bakal dibeli? Bukan masalah, ntar pas di sana juga bakal ada yang menarik hatiku.

Seneng? Tentu saja, koleksi buku bertambah dan aku ga ada alasan untuk bilang “duh bosen, enaknya ngapain ya pas di kosan?”. Hari ini tadi juga sama, walaupun buku yang beberapa waktu lalu baru dibeli (atau minggu lalu ya? lupa) belum kelar dibaca, tapi… tadaaaa aku udah beli buku baru hihihi *ketawa girang*. Dan buku yang beruntung untuk aku bawa pulang adalah:

dan

Oke, oke emang aku rada ketinggalan jaman karna baru beli Filosofi Kopi sekarang. Padahal ini buku uda terbit dari jaman bahula. Tadinya pengen nyari novel yang lain, tapi malah nemunya ini. Ya aku bawa pulang saja.

Setelah dilihat-lihat di rak bukuku yang tumpukannya belum seberapa, ternyata aku masih punya banyak pe-er membaca. Inilah buku yang belum kelar dibaca atau bahkan belum dibuka bungkusnya:

  1. Sejarah Tuhan oleh Karen Armstrong
  2. 101 Kesalahan Perempuan yang Menghambat Karier Mereka oleh Lois P. Frankel, Ph.D
  3. Honeymoon with My Brother dan How The World Makes Love oleh Franz Wisner
  4. The Heart Inside The Heart oleh Alexandra Dewi
  5. Blink, Outliers, Tipping Point dan What The Gog Saw oleh Malcolm Gladwell
  6. Mengapa Perempuan Gagal Karena Uang & Bagaimana Mengatasinya? oleh Liz Perle
  7. Breakfast at Tiffany’s oleh Truman Capote
  8. Anne of Green Gables oleh Lucy M. Montgomery

Sepertinya itu aja sih. Aku juga sedang mencari para tersangka yang meminjam buku “Kartini Nggak Sampai Eropa” ku? Mengakulah dan tolong kembalikan hihi..

Happy reading all. Be happy by buying, collecting and reading books ^^.

Surat Untuk Radit

Review Marmut Merah Jambu.

Dear Raditya Dika,

Aku tidak pernah berharap kalau kamu akan membaca surat ini. Tapi entah dorongan apa yang membuatku bersikeras untuk tetap menuangkan sedikit yang ada di hati.

Ini bukan tahun pertamaku berkenalan denganmu. Masih aku ingat betul ketika aku harus setia menunggumu, bersama seorang temanku, tiba di Perpustakaan Kota Malang beberapa tahun yang lalu. Ya, tentu saja hanya untuk bertemu denganmu, merelakan diri berada satu ruangan dengan para abege labil yang mengelu-elukanmu dan berusaha saling memamerkan paham “aku lebih mengenal Radit dari pada kamu lowh”-nya.

Aku membawa buku pertama dan keduamu, yang telah cacat karna ada tanda tanganmu di halaman depannya, ke tempat di mana aku tinggal sekarang. Mantan pacarku yang memperkenalkanku padamu. Dia sepertinya, saat itu, mengikuti dan menikmati cerita-cerita yang ada di blog lamamu sebelum kamu tenar dan menjadi artis seperti sekarang.

Awalnya, aku melihat cover Kambing Jantan dengan mengerenyitkan dahi “Apa iya buku yang judulnya Kambing Jantan ini bagus dan lucu?” Karena judulnya lebih mirip sama buku panduan untuk beternak dengan cover mukamu yang dipenuhi dengan bulu. Walaupun begitu aku percaya kalau mantanku punya selera yang cukup bagus, jadi aku melihat sebentar bukumu dan aku beli.

Sekali membaca Kambing Jantan, aku tertawa. Walau banyak kesalahan dalam penulisan untuk edisi cetaknya, yang mengusikku selaku penderita OCD ringan untuk menyalahkan sang editor, aku tetap tidak bosan untuk membacanya lagi. Dan lagi. Ketika aku jenuh atau sedih, bukumu bisa menjadi sedikit penawarnya. Hal ini membuat aku ga sabar untuk membaca bukumu yang kedua, Cinta Brontosaurus.

Ketika buku itu sudah aku miliki, aku membacanya dengan seksama. Selalu dipenuhi rasa tidak sabar untuk membuka lembaran berikut dan berikutnya lagi. Aku tertawa, aku bersedih, hanyut dalam alur ceritanya. Setelah sampai pada halaman terakhir, aku akan dengan suka rela membukanya dari awal lagi ketika aku ingin membacanya kembali. Kemudian di buku ketiga dan keempat, aku lupa.

Tapi entah kenapa tidak demikian halnya di buku Marmut Merah Jambu. Apa mungkin selera humorku berkurang? Atau memang humor hanya pemanis di buku yang bertema drama percintaanmu? Aku buka tiap babnya, sesekali aku tertawa namun tidak sekerap sebelumnya. Ada beberapa bab yang aku skip untuk membaca bab lain yang mungkin akan menjawab rasa penasaranku. Tapi aku belum menemukannya.

Dan aku akan mengulangi membacanya dari awal lagi. Mungkin aku yang salah, moodku yang salah, ada yang terlewatkan olehku, atau entah faktor apa yang membuatku masih digantung rasa penasaran yang masih belum terjawab.

I really appreciate your hard work. Menulis buku bukanlah hal yang mudah, semudah kita bersin atau mematikan jam weker dengan setengah sadar di jam 5 pagi. Apalagi 2 tahun waktu yang kamu perlukan untuk menyelesaikan pekerjaanmu kali ini.

Akan lebih mudah bagiku ketika aku hanya membeli bukumu di toko, menyobek plastik dan kemudian membacanya. Ketika aku merasa ada yang tidak pas, aku diam saja dan menggeletakkan buku itu (meskipun aku belum menamatkannya) di tumpukan buku lain yang sudah aku baca. Toh aku tidak ada andil dalam menikmati kesuksesanmu.

Lagi-lagi ini mungkin hanya masalah subjektif dan ekspektasiku semata. Mungkin kurang bijak juga jatuhnya ketika aku membanding-bandingkan Marmut Merah Jambu dengan karya-karyamu sebelumnya. Tiap buku pasti meninggalkan kesan yang berbeda bagi pembacanya.

Maaf jika tidak berkenan. Aku tau, adalah hal yang tidak mengenakkan ketika ada pihak yang memberikan tanggapan kurang baik atas hasil kerja kita.

Pada akhirnya, kerja keras kita memang tidak bisa memuaskan semua pihak. Tapi aku turut senang karna kamu mendapatkan banyak review bagus dari pembaca yang lain mengenai buku Marmut Merah Jambu.

Salam

Fitri

Kriteria Buku Yang Akan Aku Lirik

Honestly aku bukan penggila buku, tapi aku senang untuk membeli buku. Tiap kali ke Gramedia, rasanya ga bisa menahan diri untuk membawa satu, dua, ato beberapa buku dari sana dan memindahkannya ke rak yang ada di kamarku.

Bahkan kemarin lusa pun, sepulang dari acara dinner bersama teman sekantor di PIM, aku mampir ke Gramedia. Warning yang uda disetting sebelumnya “Jangan membeli buku dulu sampe yang di rumah kelar dibuka bungkusnya dan dibaca semua!” menguap begitu aja. Dan aku menggesek kartu debit untuk biaya pindahan dua buah buku dari sana ke kamarku. Great -_-.

Aku termasuk pemilih soal buku yang mau aku beli. Mungkin bakal ada yang bilang bahwa don’t judge a book by its cover, but i can’t ^^, sorry.

Hal-hal berikut ini yang biasanya menjadi pertimbanganku dalam memilih buku yang akan aku beli:

  1. Judul.
    Ya, judul buku harus menarik keingintahuanku untuk lebih menyelami lembaran-lembaran yang tertulis di dalam buku itu. Judul yang menarik ini bisa menghentikan pandangan mataku dalam menyortir deretan buku yang terpampang di rak-rak toko buku. Kalo ga menarik, lewat.
  2. Cover.
    Yap, desain cover juga mempengaruhi penilaianku. Karna desain ini kadang juga sebagai interpretasi karya yang ada di baliknya, lembaran-lembaran yang menanti untuk dibaca, dan juga orang-orang yang terlibat dalam proses kreatif pembuatan buku itu. Dari cover (skali lagi ini menurutku), aku bisa membayangkan apakah mreka profesional, kreatif, niat dalam menerbitkan buku tsb atau sebaliknya, menerbitkan buku cuma untuk mengumpulkan koin-koin dan memanfaatkan genre yang lagi ngetop saat itu.
  3. Penulis.
    Ada beberapa karya penulis yang memang aku patok “I must have their books”. Karna menurutku, mau ga mau nama penulis ini juga menjadi jaminan mutu dari karya-karya yang mereka buat. Baca selebihnya »

My (Lovely) Desk

Ini nih yang bikin aku tidur sampai malem atau pengen pulang sore.

The lovely desk

Aku suka aja duduk di depan meja ini, buat baca buku ato happy blogging ato internetan. Yang ada di atas mejaku adalah:

  1. Tempat air, kalo sewaktu-waktu dehidrasi ato keselek dan butuh minum.
  2. Tumpukan toples dan isinya. Yang paling atas itu berisi coklat monggo dari Jogja, yang aku ga seberapa doyan si sebenernya. Rada pait gitu. Toples ke dua dan ketiga baru dibeli kemaren dari Mita. Isinya kastengel dan kenari yang hmmm….so….yummy. *Mit, kamu harus bayar uang promosi ke aku nih heheh*. Sebenernya camilan ini dibeli untuk menarik perhatianku buat baca dan berlama-lama di meja ^^. Sulit dibedakan, ini program Gemar Membaca ato Gemar Ngemil si sebenernya? Baca selebihnya »

Books

Tadi malem iseng-iseng melihat rak bukuku yang mulai penuh. Sebenernya ga semuanya diisi buku sih ^^. Walo buku yang belum kebaca masih banyak, tapi tiap ke toko buku tetep aja ga bisa keukeuh nahan godaan buat beli lagi. Dan lagi.

Akhirnya aku kumpulin, mana aja buku yang belum kelar, belum ke baca, bahkan belum ke buka bungkusnya. Hihihi, sayang mau dibuka.

Yang masih diplastik ^^
Yang masih diplastik ^^
Yang  belum dan belum kelar dibaca @_@
Yang belum dan belum kelar dibaca @_@

Ini belum termasuk Conan. Dan kalopun ke toko buku lagi, aku uda punya list yang mau dibeli. Dan yang wajib punya:

Koleksi buku Dan Brown yang wajib punya
Koleksi buku Dan Brown yang wajib punya

Aku punya ke-4 buku Dan Brown sebelum The Lost Symbol, tapi beberapa masih dititipin di Malang. Di Gramedia harganya mendekati angka Rp 250.000,- untuk versi English dan hard cover. Maap ye, bukan ga mau beli, tapi aku masih nunggu versi Indonesianya. Uda mahal bow, masa mau pake terhambat bahasa juga saat menikmati thriller nya.

Fufufufu, harusnya kalo hari Minggu di kosan aja, bisa menghabiskan buku-buku ini dan meminimalisir pengeluaran untuk jajan ngemall. Happy weekend di kosan ^^.


Buku Bagus (untuk wanita) ^^

Hehehe, judul nya ga banget. Tapi gapapalah, yang penting kan isinya informatif dan komunikatif *halaaah*.

Jadi, bulan kemaren aku beli bebarapa buku, yah biasalah rutinitas setelah gajian: belanja. Di antaranya adalah “Kartini Nggak Sampai Eropa by Sammaria” dan “Why Men Marry Bitches by Sherry Argov”. Dilihat dari judulnya aja udah jelas, kalo ini buku untuk kaum hawa.

Buat aku si, ni buku good enough. Di Kartini Nggak Sampai Eropa, kita bisa ngeliat gimana si sebenarnya pemikiran dan tindakan-tindakan beberapa wanita lajang di luar sana. Ya curhat-curhatan sepasang sahabat gitu lah, yang mungkin juga biasa kita lakukan dengan temen deket kita.

Trus kalo buku yang satunya, mwahahha, penting banget ini. Khususnya buat para wanita yang ingin dihargai dan diidamkan *taelaaa* dalam sebuah relationship oleh pasangannya. Tapi, yang perlu diinget adalah: ni buku yang ngarang orang barat sono, so…kalo mau nyerep isinya ya musti pake saringan agama dan budaya kita. Jangan langsung ditelen dan diembat, karena ada sedikit bagian yang bertolak belakang (buat orang yang masih memegang ajaran agamanya).

Kalo kamu merasa pasanganmu mulai semena-mena, sering kurang menghargaimu, atau hubungan kalian sudah terasa hambar, sepertinya emang kamu perlu melakukan sesuatu hal yang berbeda dari biasanya. Bisa saja semua masalah yang terjadi dalam relationship itu merupakan kesalahan kita dalam bertindak.  Dan satu pesenku: jangan selalu menjadi wanita penurut, karena ini bisa merugikan diri sendiri. We need to do something untuk menjaga relationship agar tetep hangat dan membahagiakan mwehehehehe. Baca aja deh bukunya ^___^

See yaaa, udah waktunya makan siang ni ^^