LDM di Kala Pandemi dan Cerita Bertemu Marriage Counselor

Bagi sebagian orang, Long Distance Marriage mungkin bukan pilihan. Tapi bagi kami yang dari awal berhubungan juga sudah dimulai dengan LDR, sementara sebelum menikah suami juga belum mendapatkan pekerjaan yang cocok di Jakarta, maka LDM adalah pilihan yang terbaik saat itu. Saat hidup masih baik-baik saja tanpa Covid. Saat suami bisa pulang ke Jakarta setiap weekend.

Bagaimana rasanya LDM di saat pandemi seperti sekarang? Berat di dua minggu pertama, karena kami punya kebiasaan untuk merapikan seprai bersama. Rasa kehilangan, ada yang kurang lengkap, muncul ketika aku harus merapikan seprai sendirian. Sedih banget sih rasanya saat itu, tapi ya musti dijalani.Baca selebihnya »

Iklan

Criteria

Last night I attended my 1st Pertamina Toastmaster Club Speech Contest and I took humorous category. Actually, I prepared a script before this one, but I wasn’t sure I can deliver it in funny ways. After got feedback too, I was so sure to find a new topic for my humorous speech. So, this is the speech I delivered and I won the 1st place. Actually, I did some improvisations on stage, because I forgot many things :D. Some lines are inspired by Toastmasters rules. So if you don’t get my jokes, you can come and join with us 🙂 Anyway, feedback is welcome 🙂 Hope can do much better for next competition.Baca selebihnya »

Branding

Belakangan sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya tuliskan di blog ini. Selain untuk pengingat diri, mengurangi apa yang ada di kepala, juga sekaligus untuk berbagi. Oke, mari dimulai dari branding.

Setelah membaca buku 99 Cahaya di Langit Eropa, saya baru benar-benar memikirkan soal branding. Di sana diceritakan mengenai Fatma, seorang wanita Turki yang hijrah ke Eropa (saya membaca 15 bab dari buku ini di Gramedia GI bersama teman saya, and I think we had a quality weekend there. Dan akhirnya saya juga membeli buku ini). Di Eropa, dengan hijabnya, Fatma kesulitan mendapatkan pekerjaan. Akhirnya dia mengisi waktunya dengan belajar bahasa Jerman, yang merupakan bahasa lokal di Austria.

Diceritakan bahwa ketika Fatma dan Mbak Hanum (sang pengarang buku) sedang makan di salah satu tempat makan, ada tiga pengunjung lain yang membicarakan tentang roti croissant.Baca selebihnya »

Bacalah, Iqra!

Emang ya Allah itu Maha Tahu *yaiyalah, ke mana aja neng?*, udah dari jaman nabi dan rasul disuruh “Iqra, iqra, iqra”.

Sahabat saya tau persis my excessive feeling of worry mengenai pemahaman saya seputar pekerjaan. My current job desc is totally new thing for me, since I never touched SAP and business process before (including accounting thing). Maka, jadilah saya beberapa waktu lalu curhat mengenai kedudulan dan kelambatan saya dalam menguasai materi. You know the worry feeling, ketika kita harus meeting atau berhadapan dengan (katakanlah) klien atau user dan kita sendiri tidak menguasai bidang pekerjaan kita, pasti yang tadi nyalinya segede macan blesteran bule yang rajin fitness berubah menjadi kucing kampung kurang gizi kecemplung got. Drastis!

Saya tau persis kapasitas otak saya yang menganut pakem jawa “alon-alon asal kelakon” , yang membuat saya harus make sure my understanding and hands on untuk memahami pelajaran baru. Sahabat saya mengatakan sepertinya saya hanya kurang porsi untuk membaca, berasa ditabok memang. Kebetulan saya punya konsultan baru, cewek yang umurnya nggak beda jauh dari saya, memberikan kitab untuk dipelajari yang menjadi trigger saya kembali ke kehidupan mahasiswa beberapa hari belakangan: begadang ayo begadang. Bedanya dengan jaman kuliah adalah kalau dulu siang bisa dipakai beristirahat, sementara sekarang saya harus bekerja sampai sore.

Alasan cape pulang kerja itu memang sesuatu banget, sesuatu yang sungguh menenggelamkan niat belajar. Ya bagaimana, kalau badan sudah nempel di kasur kok ya ndak mau LDR an barang beberapa jam saja. Boro-boro ya mau belajar, mandi aja sukur-sukur kalo sadar :p. Intinya, saya ingin segera mandiri, at least saya tahu apa yang saya hadapi setiap hari. Kadang kalo saya pikir orang pdkt selama 6 bulan pastinya harus ada kemajuan dong ya, tau apa makanan kesukaan yang di-pdkt-in misalnya, masa iya saya pdkt sama si kerjaan saya ini ga ada kemajuannya, malu ah.

Membaca, selain meningkatkan pengetahuan juga bisa meningkatkan rasa percaya diri. Jika pemahaman kita kurang, bukan berarti IQ kita lebih rendah, tapi dikarenakan jam terbang yang masih sedikit. Untuk meningkatkan jam terbang: begadanglah! :p

Mungkin ada yang mau baca atau butuh tips mengenai How To Study, bisa mampir ke sini.

 Lah, katanya belajar, kok malah nulis blog *ditoyor*. 

49 Days

Ini adalah 20 episode serial drama korea yang saya lihat weekend kemarin. Sekilas drama ini tidak ada bedanya dengan serial drama korea yang lainnya: stylish, fashionable, nice setting places, nice soundtrack etc. Awalnya saya kecewa sih karena aktornya tidak setampan Lee Min Ho, tapi saya tetap menonton karena penasaran akan ceritanya.

Serial ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Ji Hyun yang memiliki kehidupan 9/10, seems perfect: orang tua yang menyayangi dia, cantik, materi berkecukupan, calon suami yang keren dan mencintainya, she has the dream world. Dia pewaris tunggal perusahaan orang tuanya. Sang calon suami, Kang Min Ho, looks like a hard to find guy dan akan menjadi pimpinan perusahaan orang tua Ji Hyun setelah mereka menikah.

Namun sayang beberapa hari sebelum pernikahannya, Ji Hyun mengalami kecelakaan mobil beruntun akibat ada Song Yi Kyung, seorang perempuan yang ingin bunuh diri dengan menyeberangi jalan dan berusaha menabrakkan dirinya pada truk yang melintas. Song Yi Kyung berhasil diselamatkan oleh dokter yang selama ini memang memberikan perhatian kepadanya, namun sayang ruh Ji Hyun lepas dari jiwanya yang menyebabkan dia berada dalam keadaan koma.

Ji Hyun bertemu scheduler, sosok yang digambarkan sebagai pihak yang memastikan bahwa orang-orang mati pada waktu dan saat yang telah ditentukan oleh schedule takdir. Ji Hyun diberikan waktu 49 hari oleh scheduler untuk mengumpulkan 3 air mata dari orang-orang yang tulus mencintainya, selain mereka yang memiliki ikatan keluarga, untuk bisa hidup kembali. Sementara sang scheduler sendiri meninggal pada usia 23 tahun dan voluntary menjadi scheduler agar bisa mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan urusan dunianya yang belum terselesaikan ketika dia meninggal. Ringkasan cerita bisa dibaca di sini.

Drama ini membuat saya berfikir, what if I were in Ji Hyun’s position.

Saya tidak pernah tahu kapan saya akan mati, saya juga tidak tahu apakah akan ada yang menangisi saya dengan tulus jika saya sedang koma. Respon orang ketika saya mengalami musibah atau mungkin dalam keadaan koma/mati sebenarnya menjadi pembuktian whether I have lived well or not, how deep I left my footprints or how much I was coloring their life.

Saya jadi menyadari kalau saya banyak menyia-nyiakan waktu, menggunakannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan mengaburkan fokus saya atas apa yang seharusnya saya lakukan di dunia. Saya juga jarang atau kurang show my feeling for my family and people around me about how I love them and thankful for having them in my life. Hal-hal yang terlihat sepele dan feeble (atau istilah kerennya menye-menye) yang biasanya justru menyesakkan ketika saya menyadari bahwa saya belum menyampaikan dan melakukannya, selain ibadah dan bekal untuk hari penghakiman kelak tentunya.

Mungkin dengan membayangkan dengan berada pada akhir batas waktu kita hidup di dunia and we take a look back what we’ve done bisa menjadi cermin tentang what should we do and how to live this life well. Setelah menonton 49 days saya juga jadi lebih berhati-hati menyeberangi jalan dan berharap punya Han Kang.

Have a good life, pals.

Trouble is… A Gift

Nowadays, blogging time is such a precious time for me. I can’t tell how I miss to make a fiction story, or bring something here out of my brain. I miss to write until late at night, only to satisfy myself. Maybe this is my another random post because I have things on my mind.

I was a pessimist person, first I was in trouble I would cry and complain. I thought much, and I needed someone to be right beside me and said “everything will be okay, no matter what I’ll be here”. I bothered people around me, and I wasn’t a nice person, I wasn’t tough and I didn’t have a strong woman material. Until someday I realized, I couldn’t be the same person. I start doing things that I might not do in the past.

Baca selebihnya »

How To Assign Release Strategy

Yesterday I got an order to maintain release strategy for training occasion for MM Module. When the user wanted to do release PR, the release strategy tab didn’t appear. Release PR just can be accessed by the authorities. This case came from my experience, so if you find the same problem I don’t know if it will work or not.

So, here are the steps:

  1. Use tcode CL24N that used to Assign Objects/Classes to Class.
  2. Fill the class. Caused by the problem appeared on release strategy for PR, so I used CEBAN (Purchase Requisition Release Strategy) table (additional info) and fill class type with 032 (release strategy).
  3. Click on “only new assignments” and select “Release Strategy” when pop up window appears.
  4. Fill the Release Group and Release Strategy columns and press enter.
  5. Tab “Value for current class” will appear and we have to fill the value of each characteristic description that listed.
  6. Save it.
To check if steps above work or not, create PR and try to release it. To create PR we can use tcode ME51N and to release it use tcode ME54N. For user that don’t get used to SAP, small step will make them confused. If Release Strategy tab appears but the release indicator doesn’t  , maybe you forget to change from “display mode” to “change mode”. You can click on  button.

That’s all from me. Hope I can learn more.

Some Kind of Miracles (Then Which of The Favours of Your Lord Will You Deny?)

I never know if things that happened in several days ago were related or not, but I am a believer that something happens for reasons and causality does exist. My expectation by writing this is maybe one or two readers can learn something, including me :).

So, someone did something that unrelated with me at all, but somehow it bothered me. In my mind at the time “why are you trying so hard to look cool?”. I told my close friends about this, because it was hard to keep that thing for myself.

Didn’t take a long time, I realized that I was wrong by saying that thing (even though the person didn’t know bout this) and I felt terribly guilty. I didn’t know what to do to make my guilty feeling less. So I went to mushola and prayed, but it didn’t enough to make me feel better. I kept thinking, what should I do?

I promised to myself I won’t do the same thing, or at least I will try to be nicer person. Lesson learned, guilty feeling tortures me well. Several minutes later, I decided to make an alms by sending some money. Case closed and I hoped nothing but forgiveness.

On the next days, I was busy: be a trainer assistant (to help the user) and went to subsidiary. Out of my plan and expectation, I was paid. And the nominal? Nearly close with ten times of the money that I transfered as an alms. Actually, I got more than 10 times because I got free meals and lunch for a week.

“Then which of the favours of your Lord will ye deny?”, I did mistake and He gives me blessing.

Baca selebihnya »

SAP MM Module (Part 1)

This time I want to re-write from many sources about Material Management Module in SAP. Caused by my short term (and long term) memory doesn’t work well, so I decided to copy and paste some tutorials about MM Module here.

What is SAP MM Module?

SAP MM Module is a part of logistics and it helps end to end procurements and logistics business process. Main features of this module are requisitions, purchase orders, goods receipt, accounts payable, inventory management, BOM’s and master raw material, finished goods, etc.

Requisitions in SAP MM module is a document created for purchase of goods or services, it is sent to procurement office for the issuance of purchase orders. Requisitions exceeding certain amount need vendor verification in SAP MM module. There are two ways of placing requisition either through SAPGUI or SAP web.

Purchase orders are legal document issued as commitment to the vendor to supply mentioned material in the specified quantity along with shipping details and specification. The authorized vendors list is displayed while creating purchase order as per material and plant of the organization.

Goods receipt in SAP MM module is made against the purchase order issued to the vendor. The goods receipt affects warehouse, inventory management, and FI and CO modules of SAP.

Accounts payable component of SAP MM module handles accounting data of all vendors by recording the transaction of goods. Deliveries and invoices are managed according to vendors and this component is an integral part of sales management and cash management, it keeps them updated by making automatic postings of all the transactions. Inventory management helps the user in managing inventory as per items purchased, manufactured, sold and kept in stock. It provides optimum support for business processes and handles creation of orders, delivery notes and outgoing invoices. It also automatically updates price, create sales units and calculating gross profit.

Taken from http://www.erpchronicle.com/sap-mm-module.htm

According to this site, procure to pay business process associated with SAP MM module can be described as below (click to enlarge image):

In master record, there are two kinds of record that needed: material and vendor master.

Material master:

The material master contains information on all the materials that a company procures or produces, stores, and sells. It is the company’s central source for retrieving material-specific data. This information is stored in individual material master records. Source.

Vendor master:

Data in vendor master records controls how transaction data is posted and processed for a vendor. The vendor master record also contains all the data you require to do business with your vendors.

The master record is used not only in Accounting but also in Materials Management. By storing vendor master data centrally and sharing it throughout your organization, you only need to enter it once. You can prevent inconsistencies in master data by maintaining it centrally. If one of your vendors changes their address, you only have to enter this change once, and your accounting and purchasing departments will always have up-to-date information.

A vendor master record contains:

  • Vendor’s name, address, language, and phone numbers
  • Tax numbers
  • Bank details
  • Account control data like the number of the G/L reconciliation account for the vendor account
  • Payment methods and terms of payment set up with the vendor
  • Purchasing data

If you implement Materials Management(MM), you will need purchasing data. For more information on this, see the documentation for Materials Management. In Materials Management, vendors are represented as suppliers. Source.

-To be continued-

Persiapan Sebelum Menikah

Tumben pagi ini saya sudah blog walking setelah merasa cape’ mengemasi beberapa barang, karena saya berencana untuk pindah weekend ini. Kalau sekarang masih tahap pindah kos-kosan, semoga pindahan berikutnya bisa pindah rumah :p. Eh, perkataan itu wujud doa kan ya? Hehehe.

Klik sana klik sini, scroll up and down, akhirnya kembali ke blog suamigila yang sudah lama tidak saya kunjungi. Setelah baca-baca saya memutuskan untuk repost karena saya merasa tulisannya sangat bermanfaat, terutama bagi lajang seperti saya supaya ingat menabung dan belajar berinvestasi kalau sudah punya gaji tetap. Enjoy ;).

Persiapan Sebelum Menikah

May 16th, 2011

Baru-baru ini nemu kasus di mana seseorang, katakanlah X dan Y menikah. Agak miris juga sih. Sampai sekarang mereka hepi-hepi aja. Tapi mereka berada dalam beberapa masalah praktikal seperti, mau DP rumah tapi salary gabungan kurang cukup. DPnya juga kurang cukup. Mau DP pun anak sedang dikandung. Intinya they wanted to progress tapi ternyata ada beberapa hal yang sebaiknya mereka miiki sebelum nikah, belum mereka miliki sampai mereka telah menikah dan sedang mengandung anak.

I’m not an expert in finance but I do intend to share what I know. Semoga bisa jadi bahan rujukan adik-adik kita yang sedang berjalan menuju stage ini.

Gue rasa di jaman susah gini, gak ada salahnya pasangan yang akan menikah duduk bareng dan buka-bukaan soal uang. And as an individual, we want to be the part of the solution kan, bukan part of the problem.

Things you might want to check before marriage:

Debts
1.a. Pastikan kita sendiri gak punya CC debt. CC debt akan menurunkan credit score kita di BI. Ini akan bermasalah ketika pasangan akan membeli rumah. Bisa jadi pasangan kita bersih, eh credit score kita buruk. Kalo udah gini, kasian pasangan kita apalagi kalo dia udah mati-matian nabung.

1.b. Pastikan calon pasangan gak punya CC debt. Sebaliknya juga berlaku, dia harus kasian juga dong sama kita kalo kitanya yang udah hemat kiri kanan buat beli rumah, tapi KPRnya ditolak bank.

2.a. Pastikan bahwa selain CC, kita juga gak punya utang apa pun, berapa pun, dalam bentuk apa pun. Menikah adalah kegiatan di mana reputasi finansial (credit score) dan daya beli 2 individu menjadi satu. Menikah juga adalah titik di mana kita bukan lagi menjadi tertanggung namun menjadi penanggung dan penanggungan ini pertanggunjawabannya juga ditanya di akhirat nanti. So we might want to be ready and make sure there is no minus in our bank account before we start. Kita ingin memulai rumah tangga setidaknya dari titik nol, bukan dari titik minus. Jika masih minus, tidak apa-apa. That doesn’t make us a bad person. Tapi sebaiknya dibereskan dulu.

Mungkin ada beberapa lajang yang nyicil mobil. This is fine. Meski sebaiknya dilunasi dulu atau setidaknya jika belum, bisa lunas saat menikah, benar-benar didata dulu sebelum nikah. Konsekwensinya, cicilan mobil ini akan mengurangi daya cicil kita dalam mencicil rumah.

2.b. Pastikan kondisi utang pasangan juga sehat.

Dua hal di atas sangat realistis untuk dilakukan. Ini pasti bisa dilakukan semua orang.

Tanggungan
3.a. Data semua tanggungan sebelum nikah. Di sini mungkin orang mulai variatif. Mungkin ada orang yang bukan punya utang namun punya tanggungan seperti biaya kuliah adik, biaya sakit orang tua, atau kita mensupport orang tua. Ini jangan dihitung sebagai hutang namun sebagai tertanggung. Jangan juga dihitung sebagai beban. Mereka darah daging kita juga kan. Kalo gak ada mereka belum tentu kita seperti ini.
Yang jelas, tertanggung ini sebaiknya didata aja untuk memanage expectation.

Contoh kasusnya. Waktu pacaran, istri gak bilang bahwa biaya rumah sakit bapaknya 5 juta sebulan. Padahal suami sangat ingin beli rumah perdana. Setelah menikah, rencana itu terpaksa tertunda. Marahan. Dengan mendata tanggungan, pasangan bisa memanage expectation.

OK, 3 perihal pertama adalah tentang tanggungan dan yang minus-minusan ya.

Aset

4. Disarankan untuk memiliki asset, bukan liability (maaf terdengar seperti Robert Kiyosaki). Aset ini bisa semua hal definisi dari asset dari mulai jumlah tabungan yang cukup, atau saham, LM atau rumah. Kalo bisa beli rumah dari gaji single sendiri, itu fantastic. Malah sebaiknya beli rumah itu gak perlu nunggu nikah kok. Dan gak harus cowok yang beli rumah. Khusus untuk laki-laki, beli rumah sendiri berguna jadi mas kawin. Ntar kalo nikah bisa dijual, jadikan DP dan bersama salary istri beli rumah yang lebih besar. Perempuan juga begitu.

5. Disarankan untuk convert semua liability jadi asset. Ada temen yang realistis. Dia punya mobil kesayangan waktu dulu kuliah. Pas nikah, itu mobil dia jual, jadiin DP rumah dan dia+istri naek motor. Heart breaking? Yes. Tapi dia bilang that was the best decision of his life karena dia melihat harga mobilnya seidkit demi sedikit turun sedangkan harga rumah naik terus.

6. Buat cowok (dan muslim – maaf), biasakan beli emas sedikit demi sedikit dari awal kerja sampai menikah. Sunnah nabi menyatakan bahwa sebaiknya mas kawin dari pria utnuk wanita adalah sesuatu yang memiliki nilai gadai. Ini agar jika terjadi sesuatu, mas kawin itu bisa digadaikan dan membantu keuangan. Baiknya sih emas atau apa terserah (yang jelas bukan pompa aer). Yang jelas, sajadah dan seperangkat alat shalat, meski memiliki nilai agama yang tinggi, tidak memiliki nilai jual.

Let’s review how realistic the above 3 are. Semua mungkin, asal hitungannya dingin dan tidak pakai emosi. There is no such thing as mobil kesayangan. Yang ada hanya mobil. Atau mungkin dengan gaji 5-6 juta kita belum bisa cicil rumah 1.2 M. tapi gaji segitu bisa kok cicil rumah 40/90 di depok yang harganya 90-150 juta.

Lebih baik investasi kecil yang riil tapi naik ketimbang keinginan yang hanya tinggal keinginan.

Lebih baik murah dan sederhana tapi kebeli ketimbang yang jetset dan highclsss tapi gak kebeli-beli.

Meski kecil dan jauh, valuenya naik. Bisa jadi mas kawin, dan bisa jual dengan profit setelah menikah untuk beli rumah baru.

Finance

7. Ini untuk menjawab, berapa sih nilai tabungan+asset kertas yang sebaiknya seseorang miliki sebelum menikah? Di sini pasti jawabannya variatif dan secara nominal berbeda. Maka dari itu mungkin rumus ini bekerja:

Nilai tabungan+asset kertas minimum = ½ ongkos nikah + ½ DP rumah (jika belum punya rumah) + ½ ongkos melahirkan Caesar + 6 bulan biaya hidup

Semuanya ½ dengan asumsi pasangan kita akan cover setengahnya lagi. Atau dalam kasus ongkos melahirkan Caesar, dicover asuransi kantor.

DP rumah masuk rumus ini jika belum punya rumah. Memang bisa ngontrak atau bareng orang tua. Tapi alasan kenapa kita tinggal bareng orang tua atau ngontrak adalah karena kita mengumpulkan uang untuk suatu saat beli rumah sendiri kan? Jika pun bukan itu alasannya (mungkin untuk menemani orang tua), kepemilikan rumah oleh sebuah rumah tangga cukup penting sebagai tabungan asset keras. Malah jadi lebih untung akrena saat kita menemani orang tua di rumahnya, rumah itu kita kontrakkan dan autofinance dengans endirinya.

Ongkos melahirkan masuk sana just in case kita subur wakakak. Seriously, ada beberapa orang yang tokcer dan gelagepan juga. Alasan kenapa ongkos melahirkan masuk sana juga karena ini: Kalo baru nikah dan ngejar beli rumah, ngejar lunasi CC, ngejar beli motor atau mobil. Biasanya untuk melahirkan itu suka aja kelupaan.

Kayaknya 7 faktor ini juga udah cukup ya for now. Gue sengaja segeneric mungkin karena gak mau menggambarakan betapa horornya menikah itu.

Semua factor ini ada dengan asumsi kita tidak diberi bekal oleh orang tua. Memang pasti orang tua berusaha memberikan yang terbaik ya. Ada yang bayarin nikahan, ada yang beliin rumah atau mobil. Tapi ketujuh factor ini gue pikirkan dengan asumsi kita tidak mendapat pertolongan dari orang tua atau mertua. Pemberian itu gak salah malah kita harus bersyukur ada yang meringankan. However, tetap gak ada salahnya seseorang mengambil prinsip:

waktu kecil gak nyusahin orang tua, udah tua gak nyusahin anak.

Gue sendiri gak ada satu pun yang lulus ketika gue menikah huahaha. But I was lucky to go to Africa. Kalo belum nikah gue pribadi akan memertimbangkan yang di atas.

Pertanyaan kedua mungkin adalah, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjaga 7 faktor di atas? Regret there is a time frame for this.

55 adalah usia kita pensiun.

21 adalah usia anak terakhir lulus kuliah. Plus + 1 tahun in case dia gak naik kelas.

1 tahun adalah mengandung anak terakhir (kecuali hamil sebelum nikah).

Sediakan 1 tahun in case proses punya momongan gak terlalu tokcer.

55-21-1-1-1 = 31 tahun.

Time span seseorang untuk mengumpulkan 7 faktor di atas adalah dari dia mulai lulus kuliah usia 21-22 tahun, sampai umur dia 31 tahun. Sekitar 10-11 tahun. Jika ingin punya 2 anak, then time span is shorter.

Semoga bermanfaat. I’m not an expert on this. I just intend to share.

Taken from suamigila.