Pukul Dua Dini Hari

royalty-free-robber-clipart-illustration-60234Pukul dua dini hari.

Kereta masih saja menjejakkan roda besinya mendekati Stasiun Tugu Jogjakarta. Setidaknya hal itu yang diinformasikan oleh aplikasi Maps di hpku. Aku sibak gorden yang persis di sebelah kananku. Gelap, hanya beberapa lampu dari rumah penduduk yang tampak.

Kepulangan kali ini khusus untuk mengunjungi bapak ibu dan mengobati rindu akan bakso Malang. Udara yang dingin dan kota yang belum terlalu sesak itu selalu saja membuatku ingin kembali segera, setelah sesampainya aku di Jakarta.

Satu buah tas wanita, satu tas ransel dan satu kardus adalah barang yang aku bawa dari Malang, berisi sedikit pakaian dan sisanya tentu saja makanan. Tas ransel dan kardus aku letakkan di bawah kaki. Ya, aku cukup malas untuk berjinjit-jinjit dan meletakkan barang di rak yang ada di atas kepala karena tinggiku yang hanya setara kurcaci.

Aku mengambil iPod yang ada di tas yang aku pangku dan earphone-nya. Setiap kali dalam perjalanan jauh, aku memiliki lagu pengiring sendiri. Alasannya sederhana, ketika aku memutar lagu itu lagi maka ingatanku akan kembali mengenang perjalanannya.

Ku lihat sekeliling, hanya ada satu dua orang yang terbangun dengan malas dan memainkan hpnya. Siapa juga yang tidak mengantuk di pagi buta begini?

Aku pun tergoda segera memejamkan mata. Rasa kantuk ini harus dituntaskan agar tidak perlu dilanjutkan di toilet kantor. Lagipula, masih ada berjam-jam lagi untuk tiba di Jakarta.

Kereta terasa melambat ketika aku setengah terlelap. ‘Mungkin hampir sampai Stasiun Tugu.’  Tas yang ada di pangkuan pun aku peluk lebih erat. Aku tak ingin terulang kejadian kecopetan yang pernah aku alami dua tahun lalu.

Baru saja beberapa menit berlalu setelah aku mengeratkan pelukan pada tasku, tiba-tiba ada hentakan keras yang menarik tanganku. Aku segera terbangun dan berdiri. Berpikir cepat memahami yang tengah terjadi.

Ya! Tasku dirampas orang!

Aku berlari mengejar penjahat tadi menembus lorong-lorong kereta di pagi buta. Aku tak akan mungkin berhasil jika mengejarnya sendiri.

‘Rampoook! Tolong ada rampoook!’

Aku terus berlari dan mengulang-ulang ucapanku tadi. Tentu saja agar lebih banyak orang yang terbangun dan membantu mengembalikan tasku tadi. Si penjahat itu telah melewati gerbong kelima, sementara aku baru masuk pintu penghubung gerbong keempat dan kelima.

Aku berlari sambil terus berdoa.

‘Tuhan, jangan biarkan dia mengambil tas dan isi di dalamnya. Aku terlalu malas mengurus KTP ke kelurahan!’

Aku mengiba.

Napasku tersengal-sengal. Beginilah jika jarang olahraga! Yang aku butuhkan sekarang bukan tenaga, tapi keajaiban.

BRUUKKK!

Aku mendengar suara tumbukan yang cukup keras. Beberapa orang terlihat menoleh ke arahku mencari tahu siapa yang membangunkan mereka di pagi buta. Sebagian lagi membantu untuk mengejar penjahat itu.

Aku segera menuju pintu keluar gerbong kelima, tempat di mana suara tumbukan tadi berasal. Seorang pria telah tertelungkup di depan pintu masuk kereta, di kelilingi beberapa penumpang lainnya. Entah dia terjatuh atau seseorang berhasil mengalahkan kecepatan larinya. Aku tak peduli, setidaknya saat ini.

Aku meletakkan kedua telapak tangan di lutut, berusaha mengatur napas dan mengumpulkan tenaga.

BRUK! BRUK! BRUKKK!

Aku tak bisa memendam rasa gemasku kepada penjahat tadi. Aku memukulinya dengan tenaga yang tersisa. Tentunya yang tak seberapa karena aku melewatkan makan malam dan telah berlarian entah melewati berapa gerbong kereta.

Aku segera mengambil tasku yang ada di sebelah kepalanya, yang masih tertelungkup di lantai Stasiun Tugu Jogjakarta.

‘THIS IS PRADA!’

Teriakku pada penjahat itu, tepat di depan wajahnya.

Depok, January 14th 2013

Iklan

7 pemikiran pada “Pukul Dua Dini Hari

Habis maen komen dong :D

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s