Aku merasa berkelimpahan. Tuhan dan tangan-Nya bekerja dengan cara yang luar biasa. Aku bersyukur berkali-kali sambil memandangi rumah bergantian dengan pohon-pohon dari balik jendela, diiringi suara kereta menderu membelah pulau Jawa yang belum juga mengantarkanku sampai ke Jakarta.
Aku masih teringat kejadian kejar-kejaran dengan orang yang merampas tasku di pagi buta tadi. Aku lega, tasku gagal diambilnya. Hatiku juga tak bisa menyembunyikan rasa gembira ketika membaca pesan whatsapp dari Aksa. Pria yang tak sempurna itu, membuat hidupku berwarna.
‘Cepatlah tiba..’
Hanya dua kata, namun aku merasa tidak perlu sarapan dibuatnya. Perutku kenyang karena bahagia. Aksa adalah keajaiban Tuhan yang datang ketika aku lelah mencari pemilik rusuk ini. Sempat terpikir mungkin rusuk yang aku miliki bukanlah barang ori, sehingga si jodoh kesulitan mendiagnosa keasliannya.
Aksa tidak sempurna. Namun kehadirannya seperti vanilla latte dari cafe langgananku. Rasanya pas, membuatku tidak pernah merasa cukup untuk menginginkannya lagi dan lagi. Selalu berhasil membuat pagi yang buruk terasa menjanjikan siang yang lebih optimis.
Aksa dan cincin di jari manis kirinya adalah satu paket, tidak bisa dibeli terpisah. Hal ini yang membuat ibu urung memberikan restu. Mungkin ibu belum menyadari, bahwa anak perempuan satu-satunya telah menanti pria itu selama delapan tahun dari terakhir dia dikecewakan pria.
‘Nduk, apa ga ada tho yang ga duda gitu?’ , ibuku bertanya.
Aku tersenyum.
‘Bu, ibu taukan kalau perusahaan akan memberikan gaji yang lebih besar bagi para pelamar yang sudah berpengalaman?’ , aku meledeknya.
‘Buktinya, Alia sekarang mendapatkan gaji dua kali lipat dari perusahaan yang lama. Ya itu, karena Alia sudah berpengalaman hehe..’
Ibu bergeming mendengar pembelaanku yang tampak sekenanya.
Aku masih sulit menerima, apa salahnya memilih menjalani sisa usia dengan seorang duda? Aku adalah orang yang percaya bahwa hidup, mati dan jodoh adalah takdir yang sudah digariskan. Demikian juga dengan Aksa yang datang dengan sendirinya dalam lembar kehidupanku. Aku tidak mencarinya ke manapun, dia hadir begitu saja di depan mata. Dan aku meyakini, ini adalah takdir kami.
***
Akhirnya kereta tiba juga di Stasiun Gambir. Satu tas wanita, satu ransel dan satu kardus, aku angkat sendiri keluar pintu kereta. Belum lama menginjakkan kaki di sana, ada tangan yang berusaha mengambil alih kardusku yang berisi makanan. Aku memegang tali kardus itu lebih erat, tak ingin kehilangan. Kejadian di pagi buta tadi jangan sampai terulang kembali!
‘Yakin nih, ga mau dibawain kardusnya?’, aku mengenal suaranya. Aksa muncul dari belakangku.
Menatap wajahnya, membuatku merasa penantian selama ini tidak sia-sia. Aku tidak menyalahkan ibu yang masih belum menghadiahi kami restunya. Tidak ada yang salah. Kami hanya perlu bersabar, sedikit lebih lama. Aksa adalah orang ketiga pertama di antara aku dan ibu. Dan aku berharap tidak akan ada orang ketiga berikutnya.
Kami meninggalkan stasiun. Dia menggenggam tanganku, lebih erat dari biasa. Kami siap menghadapi dunia!
Depok, January 15th 2013
Si Aksa ini dudanya Tamara Blesensky gak? 😀 . kalimat ini “mungkin rusuk yang aku miliki bukanlah barang ori, sehingga si jodoh kesulitan mendiagnosa keasliannya.” kok makjleb bngt y wkwkkwkwkw #ngelusPotonyaMikeLewis :))
Hahahah, pukpuk. Klo dudanya Tamara, aku rela jadi ibu rumah tangga 😆