Jika ada buku Garis-Garis Besar Perbincangan dengan Lajang, aku jamin ada bab tentang ‘Pertanyaan yang Haram Diajukan’. Pasti banyak deh yang merasakan dihujani pertanyaan laknat ‘itu’ bertubi-tubi.
Kapan nyusul? Kapan nikah?
Andai saja yang menanyakannya bisa dikenakan pasal ‘merusak kebahagiaan orang lain’ dan diberikan hukuman membersihkan toilet seluruh stasiun di Jakarta, aku optimis PT KAI akan menjadi lebih baik!
Selain pertanyaan laknat itu, masih ada satu hal lagi yang tak ubahnya peran dementor di film Harry Potter bagi para lajang, sang mantan! Persaingan yang nyata di antara pasangan yang baru saja berpisah adalah siapa yang berhasil move on duluan. Jika pemenangnya ditentukan dengan siapa yang mendapatkan pasangan duluan, maka aku kalah telak dari mantan.
Delapan tahun sejak aku dan mantan memutuskan memilih jalan yang berbeda, sudah beberapa kali aku mendengar kabar dia berganti pasangan sementara aku masih terhanyut dengan pekerjaan, jalan dengan teman-teman, dan melanjutkan pendidikan. Ya hitungannya itu ikhtiar mencari jodoh juga lah ya, menambah pergaulan.
Yang paling ga lucu itu kalau ga sengaja bertemu dengan mantan. Sari-sari kebahagiaan rasanya dihisapnya tanpa sisa. Demikian juga kejadian sore ini…
Aku duduk di sofa yang memang biasa aku tempati di cafe ini, di sudut ruangan dan tepat di samping kaca yang dapat memuaskan mataku memandang secuplik jalanan Jakarta. Aku dan vanilla latte sering menghabiskan waktu intim kami di sini.
Musim hujan telah tiba, aku mengerjakan beberapa tulisan di laptop dengan diiringi lagu dari salah satu stasiun radio. James Morrison dengan Broken Strings-nya terdengar dari seberang sana. Hujan Jakarta dan lagu yang merana, sepertinya hatiku terbawa suasana. Mataku melihat sekitar, mencari tahu adakah orang lain yang juga bernasib sama.
Tiba-tiba, tidak jauh dari tempatku berada, aku melihat mantan! Delapan tahun berlalu tidak menjamin hilangnya kelu. Jika di Indonesia ini ada 17000 pulau, kenapa kami masih saja harus bertemu muka?
Aku berusaha fokus pada layar laptop, mempertahankan kebahagiaan agar tidak dihisap sang dementor. Namun sayang, aku bukan aktris peraih piala citra yang pandai berpura-pura.
‘Hai Al..’, mantan sudah di depanku dan mengulurkan tangannya.
‘Ohh, Aldi, ada di sini juga?’, aku berusaha berpura-pura terkejut akan kehadirannya.
‘Apa kabar Al? Sendirian aja?’
‘Aku lagi nunggu orang kok..’
Aldi, pria yang pernah memenuhi hari dan harapanku tidak kurang dari empat tahun. Dengan alasan standar hidupku terlalu tinggi, dia mengajak kami untuk berpisah jalan. Wajar kan ya kalau kita menginginkan punya kehidupan yang lebih baik?
Dia menarik kursi di depanku, seperti berusaha mengajak berbincang lebih lama. Ah Tuhan, aku tidak mau kembali ke jaman purba, menikmati melankoli suasana hujan dan sedikit kenangan dengannya. Tidak!
Tak perlu waktu lama untuk berdoa, Tuhan memang luar biasa!
Aku melambaikan tangan ke arah pintu. Priaku telah tiba! Aksa datang dengan kaos polo putih dan jeans birunya, yang membuat dia tampak sangat menawan dibanding mantan.
‘Kenalin, ini Aksa..’, aku memperkenalkan Aksa pada Aldi.
‘Temen kantor?’, Aldi bertanya padaku. Pertanyaan bodoh.
‘Masa depanku..’, aku menjawab pertanyaan Aldi dan tersenyum pada Aksa.
Maaf kenangan, aku cuti sakit hati.
Depok, January 16th 2013
Hmmm…ini semacam curcol sekali :))
enihoo, cuti sakit hati dari kenangan, kemungkinan akan kembali sakit hati dong? Hmmm….
Hahah, makanya aku bilang: kalo bisa bukan cuti tapi RESIGN 😆
Hahahaahha….
cakeeep…..
setuju , yuk bikin Garis-Garis Besar Perbincangan dengan Lajang sendiri.
hehehe
salam kenal ya….
Hahah SETUJU sama Oliph, kadang sesama lajang juga gada etikanya #ApaIni 😆
Makasih ya udah mampir 😉
mba safiiii…mana cerpen lanjutannya….can’t wait,sist..