Harapan Itu..

Jadi juga hari minggu kemaren maen ke Dharmais Cancer Hospital bersama beberapa teman untuk mengunjungi adek-adek di sana. Kami membawa kaos polos dan cat supaya mereka bisa menggambar di atas kaos itu.  Ini pertama kalinya aku melakukan kegiatan seperti ini. Rasanya…. sungguh membahagiakan.

Melihat tangan mereka digelayuti selang infus, miris rasanya, iba. Tapi mereka sungguh luar biasa. Di usia semuda itu, sudah merasakan berjuang melawan maut. Sedangkan di luar sana, banyak orang yang menyia-nyiakan kesempatan hidupnya dan berfikir bahwa dia sedang menanggung beban berat, lebih berat dari siapapun. Yang sesungguhnya beban itu gada apa-apanya dibanding dengan perjuangan hidup mati adek-adek di Dharmais.

Sherly, balita 3 tahuanan yang sedang lucu-lucunya. Harusnya anak seusia dia tengah senang-senangnya berlarian ke sana sini. Tapi kenyataan berkata lain, dia harus menjalani waktu bermainnya dengan ditemani kain masker di lorong ruangan anak Dharmais.

Ada juga Ikhsan. Kira-kira udah SMP. Waktu kami dateng, Ikhsan baru kelar di kemo. Badannya kurus, ga bisa ngomong juga. Kulit di sekitar lehernya juga mengelupas. Kata mas Deny (volunteer di sana) efek kemo itu juga memberikan dampak negatif lain bagi penderita, seperti rambut rontok dan sariawan yang bejibun di mulut sampai ke tenggorokan. Bayangin aja, 1 sariawan di bibir aja udah perih rasanya, trus gimana rasa sakit yang tengah dihadapi Ikhsan.

I just want to hug them, stroke their hair, and say “everything is gonna be okay, dont worry…”.

Orang tua adek-adek itu pun sungguh-sungguh luar biasa. Ada seorang bapak bercerita gimana usahanya mencari 30 kantong darah untuk anaknya yang baru kelar di kemo. Si bapak menghubungi rekan-rekan dan saudaranya, sayangnya hanya 15 orang yang bisa menyumbangkan darah untuk sang anak. Lalu si bapak pergi ke PMI, mencari kantong-kantong darah yang memberikan sedikit harapan untuk memperpanjang kebersamaannya dengan sang anak di dunia. Jika kalian punya kesempatan untuk mendonorkan darah, donorkanlah. Karena kantong-kantong darah itu akan menyelamatkan nyawa orang lain.

Aku juga melihat foto-foto yang ditempel di sana. Ada 1 bagian yang bertuliskan “In Memoriam”. Aku berusaha memahami apa yang mereka rasakan saat melihat satu persatu temannya meninggalkan mereka, kemudian fotonya dipajang di sana. Seperti antrian, bahwa suatu saat (mungkin) tiba juga giliran mereka. Aku tak mampu membayangkan, ketakutan seperti apa yang tengah mereka lawan. Harapan dan semangat hidup adalah obat yang cukup mujarab untuk memperpanjang sampai entah ke titik mana keberadaan mereka di tengah-tengah keluarga.

Dan kehangatan mereka menyambut kami di tengah kesulitan dan kesedihan yang teramat, membuatku ingin kembali ke sana. Mereka sangat hangat, santun. Aku hampir melinangkan air mata saat berpamitan dan memberikan kotakan-kotakan kue kecil itu. Satu persatu dari mereka mencium tangan kami dan mengucapkan terima kasih. Padahal kami tidak melakukan sesuatu yang berharga.

“I have cancer, but the cancer doesn’t have me.

img_4772

img_4774

img_4783

img_4797

img_4788

img_4812

img_48131

Iklan