Berjodoh di Danau Toba

Jadi, apa makna berjodoh?

Mungkin salah satu definisi berjodoh adalah ketika kita menghabiskan waktu, secara tidak disengaja, bersama orang lain dalam dimensi tertentu (ruang, waktu).

Pertengahan tahun 2014 adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Medan untuk perjalanan dinas. Saya membulatkan hati melanjutkan perjalanan ke Pulau Samosir, meskipun harus solo traveling. Sayang sekali jika sudah jauh-jauh ke Medan tapi tidak menghirup udara dan menikmati ketenangan Samosir, meskipun hanya satu malam.

danau toba

Entah kenapa saya bersikeras saat itu, padahal saya belum pernah ke sana sebelumnya, dan hanya memiliki waktu terbatas (dua hari satu malam) mengunjungi Pulau Samosir. Ketakutan tidak akan membawa kita kemanapun. Saya menepiskan rasa takut dan ragu ketika menunggu driver travel Nice Trans menjemput di lobi J.W Marriot.

Culture Shock mencapai danau toba

Masyarakat Medan yang mayoritas bersuku Batak memiliki label sebagai orang yang berbicara lantang dan to the point, berbeda sekali dengan saya yang berasal dari keluarga jawa. Hal ini merupakan stereotip yang berkembang di pergaulan masyarakat.

“Orang batak itu kalau manggil orang lain memang keras dan galak, tapi saat orang yang dipanggil datang kita bisa pijati dia. Kalau orang Jawa manggil orang lain halus, tapi saat sudah datang kita malah bisa ditusuk sama mereka.” Viriya Paramita, Menjejal Jakarta

Driver saya kali itu adalah seorang Bapak paruh baya dengan rambut klimis dan kacamata hitam. Orang tua yang aktif berbicara dengan suara lantang. Sebagai orang jawa yang penuh dengan rasa sungkan, saya sempat mengalami culture shock ketika bertemu dengan Pak Budiman. Dia menanyakan apa tujuan saya ke Pulau Samosir sendirian. Sekenanya saya jawab: mencari jodoh.

Saya adalah orang pertama yang dijemput Pak Budiman dengan menggunakan Avanza silver, mobil yang cukup menampung tujuh penumpang. Saya duduk di belakang, dengan sabar menemani Pak Budiman menjemput satu persatu penumpang lainnya. Selain itu juga membantu beliau melihat papan-papan penunjuk nama jalan yang dicocokkan dengan kertas yang dipegangnya.

Terakhir. Pak Budiman menjemput seorang ekspatriat di sebuah hotel. Sekilas saya berharap ekspatriat ini adalah mas-mas bule, yang bisa menjadi pemandangan selama lima jam perjalanan dari Medan ke Parapat. Sang ekspat muncul bersamaan dengan sirnanya harapan saya. Masnya dari India, bukan Eropa atau Amerika. Silakan mengatakan saya rasis, tapi setiap manusia merdeka memiliki preferensi.

Menjadi Translator di Samosir

Siapa sangka saya yang dijemput pertama kali dan mas India, yang kemudian saya ketahui namanya sebagai Arul, yang dijemput paling akhir mendapatkan kursi di belakang. Bisa saya simpulkan bahwa di dalam mobil tadi hanya saya yang bisa berbahasa Inggris, sementara Arul tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali selain “terima kasih”.

Ketika Pak Budiman menanyakan di mana Arul akan menginap dan kapan kembali ke Jakarta, saya mulai memahami salah satu kejadian yang disebut dengan berjodoh. Saya dan Arul menginap di penginapan yang sama, menggunakan penerbangan ke Jakarta dengan maskapai pada jam yang sama juga keesokan harinya. “Mbak Fitri, jangan-jangan ini jodohnya yang dicari,” canda Pak Budiman disertai tawanya yang riuh lepas dan diikuti senyuman penumpang lain. Arul hanya bengong dan bertanya “what is he laughing at?”. Tentu saja saya tidak memberi tahunya. “Nothing important”.

tourist in samosir

Sementara Pak Budiman menjejal jalanan Medan bak tak pernah mengenal kehadiran “rem”, Arul terus berbicara tentang pekerjaan, perjalanan dinas yang membawanya ke Indonesia, presentasinya yang memukau sang atasan, hingga prestasinya di kampus dulu. Entah berapa persen fakta yang diceritakannya, saya pun tidak tertarik mencari tahu.

Berangkat pagi, saya baru tiba siang harinya di Parapat dan diantarkan hingga titik terdekat untuk naik ke kapal penyeberangan. Biaya travel Medan – Parapat sekitar Rp 80.000,-, sementara kapal penyeberangan Parapat – Samosir Rp 10.000.

danau toba samosir

hotel in tuktuk samosir

Arul adalah pria yang suka mengabadikan momen dengan kamera DSLR nya aka narsis. Selain sebagai translator, saya juga berperan sebagai fotografer. Renang, foto. Naik sepeda, foto. Duduk-duduk, foto juga. Demi andil dalam meningkatkan citra Indonesia di mata ekspatriat, saya berusaha menjadi perwakilan tuan rumah  yang baik. Lagipula, Arul juga menjadi partner dalam sharing cost selama perjalanan ini.

romlan guesthouse samosir

Mengeksplor Tuktuk – Samosir

Dari kapal penyeberangan, saya diturunkan persis di dermaga depan penginapan “Romlan Guesthouse”. Saya memesan comfort room online di web Romlan dengan harga Rp 165.000,– yang dibayarkan cash ketika check out.

Di malam hari, kami pergi mengunjungi sebuah kafe untuk menonton pertunjukan tari Sigale-gale. Tak disangka kafe tersebut didominasi oleh wisatawan mancanegara, yang senang sekali diajak menari.

bersepeda di tuktuk samosir

Mengeksplorasi desa Tuktuk enak sekali dilakukan pagi hari dengan bersepeda. Pemandangan yang indah dan udaranya yang bersih merupakan daya tarik tersendiri. Di sekitar Romlan banyak tempat yang menyewakan sepeda bagi para turis dengan harga yang murah.

breakfast in samosir danau toba

Menikmati Tuktuk bisa juga dilakukan dengan berenang di Danau Toba, dari depan penginapan sambil sarapan dengan suasana tenang. Meskipun saya hanya sejenak berada di Samosir, tapi menjadi pengalaman traveling yang tidak kalah menarik dengan yang lainnya.

Saat ini Arul sudah kembali ke negaranya. Beberapa hari lalu dia mengirimkan pesan di Whatsapp menanyakan tempat dulu saya menemaninya membeli batik, sebagai referensi belanja bagi bosnya yang sedang ada di Jakarta.

Even though we’re solo traveler, we’re never travel alone :).

Iklan

53 pemikiran pada “Berjodoh di Danau Toba

  1. Orang-orang yang kita temui dalam setiap perjalanan memang tidak bisa kita duga ya Mbak :)). Tapi kehadiran mereka akan selalu membawa dampak, syukur-syukur positif, kayaknya Mas Arul ini dampaknya positif banget deh di kehidupan Mbak, habisnya jadi satu postingan blog sendiri :hihi.
    Samosir bagus ya. Dulu pernah baca di blognya Mas Citra kalau nggak salah di sana juga ada peninggalan arkeologi. Jadi penasaran deh, apalagi di sana bisa sewa motor juga kan. Siplah, nanti menginapnya di Romlan Tuktuk ini saja. Terima kasih atas rekomendasinya!

    • Bener banget Gara, traveling bikin kita ketemu banyak orang dan belajar banyak hal. Ini jadi satu postingan karna bener2 kejadian langka, terlalu banyak kebetulan :D. Karna kajadian ini makin percaya kalo kita bakal menjumpai orang2 baik juga selama perjalanan.

      Iyaa Samosir bagus, nginep beberapa hari di sana kayaknya bisa ngasih inspirasi 😀

      • Ah, betul sekali apa yang dirimu sampaikan Mbak :)). Berarti Tuhan memang sudah mengatur perjalananmu ke sana dengan sangat apik :)).

  2. Klo ditanya orangtua jawabannya mungkin jadi nyata karena dapet doa juga, spertinya Pak Budiman mendoa supaya Fitri beneran dapet seperti jawaban ketika ditanya..etapi waduh cowo narsis setiyap saat mau di foto itu gimanah yah..hehehe bang Arul 🙂

  3. Aku blm kesampean ke samosir padahal bokak balik medan ihik ihik #AkuGagal.
    Btw jadi arul yg indiahe itu yg lw tunggu??? Bismillah yaaa kalo jodoh pasti bertemu lagi kok #InsyaAllah

  4. Ahhhh jadi kangen Sumut. Aku punya oleh-oleh berkesan dari Danau Toba. Jari tangan yang kejepit di Hotel yang ada di fotonya Mbak Fitri itu (kalau gak salah inget).

    Hehehehe Sekarang cuma jari itu yang bentuknya gak manis. Tapi setiap kali liat inget Danau Toba dan jalan-jalan naik kapal (yang sama juga) ke Pulau Samosir dengan jari dibebet kain kasa gede 😀

    Semoga cepet ketemu jodohnya, Mbak 😀

    • Haaaah sampe mbekas kayak gitu? Lia, itu pasti sakit bangeeeet. Kok bisa? *syok bacanya* udahlah kalo ada kejadian kayak gitu pasti malah memorable yaaa

      Hihi makasih doanyaaa. Aamiin. Ntar akan dicritakan di postingan berikutnya soal mas calon jodoh 😉

      • Membekas banget, karena sampe terpaksa dijahit sementara karena waktu itu lagi hari libur. Gak ada rumah sakit besar kalo gak salah. Sampai di Medan, kukuku terpaksa dicabut supaya tumbuhnya bagus. Walaupun tetep aja jarinya ada yang bengkok sendiri sekarang.

        Keliling Pulau Samosir sambil meringis. Hihihi. Kalau liat videonya masih suka ketawa bisa-bisanya bawa oleh-oleh yang gak bisa dilupa sampe sekarang 😀

        Sudah baca jodohnyaaa ihiiiy 🙂

  5. Kalau aku nangkap konsep jodoh itu luas. Bisa jodoh menjadi pasangan, jodoh menjadi teman, jodoh menjadi partner, bahkan juga jodoh menjadi musuh. Dan setiap perjodohan itu ada masanya, dan ada kadaluarsanya. Yang menjadi pasangan bisa dipisahkan oleh kematian, bisa dipisahkan oleh perceraian. Yang berteman bisa dipisahkan oleh waktu dan jarak. Yang bermusuhan bisa dipisahkan dengan jarak bahkan juga perdamaian. Agak filosofis deh aku kalau dah bahas soal jodoh hahahaha … Seperti kita juga khan Fit. Jodoh kenal online dan jadi teman beneran setelah kumpul-kumpul di Warung Mee kemarin 🙂

    Btw, keren-keren nih foto di Toba nya. Jadi mauuu ,,, udah seumur gini aku belum juga mampir ke Toba lho 😀

    • Couldn’t agree more lah sama Bart kali ini! Iya seperti itu definisi jodoh. Aaak kamu keren bisa nulisin lengkap gini. Smoga kita panjang ya berjodohnya, bisa ketemuan lagi termasuk makan Puyo *panggil Sefin*.

      Ini foto2nya pake hp. Jaman segitu belum punya kamera 😀 *cupu*

  6. Kalau baca tulisan lu yang ini pasti yang banyak dibahas tentang jodoh hehehehe.. Sama dengan Bartz yang namanya jodoh bisa dikategorikan bermacam2, hehehe.. tapi lucu sich.

    Kesini lagi yukkk. sudah lama nich nga ke danau toba.

Habis maen komen dong :D

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s