Sudah lama saya berangan-angan untuk pergi ke Penang dan rencana itu baru bisa di wujudkan di awal Mei 2015 ini. Sebenernya saya berencana ke Penang dengan seorang teman kantor, sayangnya jadwal kami tidak pernah match. Tahun lalu saya sibuk dengan kuliah, giliran tahun ini teman saya yang sibuk kuliah sementara saya sudah lulus. Akhirnya saya merencanakan ke Penang sendiri.
Tanggal keberangkatan sudah dipas-pasin dengan tanggal ultah, karena saya males banget ultah pas weekday dan harus ngantor. Males basa-basi dan salamannya itu loh kalo sampe ada yang inget, jadi sebisanya tiap ultah saya nggak ngantor :D. Ijin cuti sudah keluar, flight dan penginapan sudah dipesan, tinggal nunggu hari keberangkatan saja eh seminggu sebelumnya kok ya pake acara paspor hilang. Pusing pala Berbie! Setelah mencari di apartemen dan di kantor tidak kunjung ketemu, saya memutuskan untuk membuat paspor baru dan reschedule jadwal penerbangan dan penginapan.
Tanpa itinerary, saya menghabiskan waktu di Penang pada 1 – 5 Mei 2015. Awalnya saya mau solo traveling, tapi tiba-tiba ada teman lain yang lagi patah hati yang ikut sehingga kami jadi duo traveling kalau saya tolak ntar dia bunuh diri :p. Air Asia ke Penang dari Jakarta berangkat pukul 16.45 WIB dan sampai di Penang pukul 20.10 waktu bagian Penang. Dari bandara internasional Penang, kami memutuskan naik taksi ke hostel di George Town karena gembolan udah berat dan taksinya masih affordable apalagi untuk berdua. Kami harus membeli tiket di loket sebelum pintu keluar untuk menggunakan jasa White Taxi dengan biaya RM 44.80 atau sekitar Rp 160.000,- dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit (tanpa macet).
Di George Town, saya menginap di Hutton Mansion yang saya pesan dari booking.com. Saya memesan 2 beds di female dorm yang berisi 4 beds dengan tipe bunked bed (ranjang susun). Waktu kami check in ternyata ada kesalahan entah di mananya sehingga 2 hari pertama kami tercatat hanya memesan 1 bunked bed. Karena kondisi tersebut, Paul (pemilik dan penjaga mansion) memberikan discount kepada kami. Kami berdua membayar RM 156 untuk penginapan selama 4 hari (sekitar Rp 290.000 per orang).
Setelah masuk ke female dorm, ternyata ada 2 bunked bed yang kosong karena tiga orang adek-adek unyu dari Malaysia yang sudah check in duluan ga berani tidur di ranjang atas yang musti naik tangga. Jadilah tante-tante ini yang udah dapat discount pembayaran tetep dapet 2 bunked bed :D. Rejeki anak solehah. Hutton Mansion ini memang sederhana, lantainya dari semen, tapi bersih banget. Tiap hari saya ngeliat Paul ngepel dan beberes. Gile ya, yang punya sekaligus yang jaga. Salut! Kata Paul, dia kira-kira baru setahun punya mansion ini, sebelumnya dia meng-handle milik orang lain.
Eksplor kota George Town
Kami mulai mengeksplor George Town pada tanggal 2 Mei berbekal maps yang disediakan hostel. George Town ini kota tua yang rapi dan bersih. Sebelum jalan, kami perlu mengisi energi dulu dengan sarapan di restoran Roti Canai Jalan Argyll. Saya memesan roti canai kambing dan kopi-o, sementara teman saya memesan roti canai ayam dan air mineral. Gimana rasa rotinya? Enak! Kami menghabiskan sekitar RM 16 berdua.

Kami mengelilingi jalan-jalan di George Town untuk mencari sebanyak mungkin street arts dan tempat-tempat yang ada di maps. Kebanyakan tempat kunjungan wisata buka pada pukul 09.30. Ketika menyusuri jalan yang banyak burung merpatinya, tiba-tiba saya mulai merasa gatal-gatal dan curiga kalau alergi saya kumat tanpa tau penyebabnya. Ternyata benar, badan mulai bentol-bentol dan gatal yang susah untuk ga digaruk. Bentolnya pun sampai ke muka. Sebenernya dari Jakarta saya sudah membawa obat-obatan wajib (maag, pusing, alergi, dan tolak angin tentunya) namun saya tinggal di dorm *toyor kepala sendiri*. Alhasil kami mampir ke toko obat biar alerginya segera mereda.

Kami mengunjungi The Camera Museum yang ada di Muntri Street dengan entrance fee RM 20 untuk foreigner. Isinya berbagai kamera dari jaman baheula dan sejarahnya. Kalau mau minta difoto oleh fotografer profesional di sana juga bisa, tapi saya ga tau berapa tarifnya. Setelah selesai keliling dan gempor kepanasan, the tantes memutuskan untuk pulang ke penginapan dan bobok siang :D.
Malam harinya kami melanjutkan mengelilingi George Town sambil mencari tempat yang halal untuk makan dan foto-foto tentunya.


Kek Lok Si, Bukit Bendera (Penang Hill), dan Penang 3D Trick Art Museum
Dari George Town untuk menuju Kek Lok Si temple harus ke terminal bus Komtar yang terletak di belakang Parangin mall. Komtar ini adalah gedung tertinggi yang ada di George Town, jadi gampang nyarinya. Rapid Penang 203 atau 204 bisa mengantarkan kita dari Komtar ke Kek Lok Si (Pekan Air Itam) dengan RM 2.
Di Kek Lok Si yang di lantai bawah (ada dua bagian gitu deh), kita bisa ke Pagoda-nya. Kalau mau melihat giant Kwan Yim bronze statue yang ada di atas, harus menggunakan incline lift seharga RM 3 untuk sekali jalan (kalau mau turun bayar lagi RM 3).

Setelah puas berkeliling di Kek Lok Si, kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Bendera atau Penang Hill yang terletak tidak jauh dari Kek Lok Si. Dengan menggunakan Rapid Penang 204 cukup membayar RM 1.40. Di Penang Hill kita bisa melihat kota Penang, minum es campur, dan ke Owl Museum. Tiket return ke Penang Hill dengan kereta adalah RM 60. Kalau di Penang Hill ada Owl Museum, di George Town juga ada Owl Shop yang terletak di Cannon Street. Tokonya menjual berbagai macam pernak pernik yang berbentuk burung hantu. Unyu-unyu..


Sore itu masih ada 1 tempat lagi yang ingin kami kunjungi di George Town sepulang dari Penang Hill yakni Penang 3D Trick Art Museum di Lebuh Penang 10, dengan entrance fee RM 25 untuk foreigner. Ada banyak lukisan yang seolah-olah 3D di dalam museum ini. Para guide-nya juga baik, pengunjung bakal diberi arahan gaya dan juga difotoin *mungkin tau pengunjungnya suka selfie*.

Pulang dari museum ini kami mendapatkan bonus pemandangan sore yang bagus di pinggiran George Town.

Karena kami pergi tanpa itinerary, malam harinya kami minta arahan dari Trip Advisor tentang tempat yang recommended untuk dikunjungi *tsah*. Kami sepakat untuk ke Penang National Park keesokan harinya bersama seorang teman kami yang tinggal satu dorm dari Thailand.
Perjalanan ke Penang National Park ini melewati beberapa tempat wisata juga, seperti Batu Ferringhi dan Spice Garden. Menuju ke sana bisa dengan Rapid Penang 101 dari Komtar RM 3.40 dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Awalnya saya memang tidak berencana ke sini, karena malas mau hiking. Tapi karena semua sepakat, ya sudah kami hiking bersama. Setelah registrasi, saya menanyakan berapa biaya yang harus kami bayar untuk masuk ke PNP yang ternyata gratis sodara-sodara!

Setelah hiking kurang dari 2 jam, akhirnya kami sampai juga di Meromiktik Lake dan Pantai Kerachut dengan gempor! Kami yang tidak membawa perbekalan makanan apapun, hanya bisa menikmati air putih sepanjang jalan. Trus balik ke pintu masuk Penang National Park nya gimana? Kami jalan lagi! Sebenernya bisa juga pesen perahu, tapi kami memilih untuk irit menikmati alam.

Sepulang dari Penang National Park sebenernya kami masih ingin mengunjungi Museum Peranakan di George Town, tapi sayang sudah kesorean. Museumnya tutup jam 5 sore. Untuk memulihkan energi, malam harinya kami makan malam di Pusat Penjaja Anjung Gurney yang berada di belakang Gurney Plaza.

Dari Komtar ke Gurney Plaza menggunakan Rapid Penang 101. Di sini banyak banget yang jualan makanan dan memang bukanya pas malam hari saja. Kalau dilihat-lilhat, ada sisi makanan halal dan non halal.

Traveling kali ini memang terasa istimewa karena saya tidak mengejar spot dan tidak ada target harus ke mana saja selama di Penang. Saya benar-benar menikmati. Kalau kata temen “feels like home and acts like a local”. Kalau sudah cape ya istirahat dulu, banyak ngobrol dan sharing. Karena ke Penang saya tidak jadi solo traveling, jadi saya masih punya pe-er untuk solo traveling tahun ini! 🙂

Ah jadi kangen Penang. Makanan murah-murah bangeeet
Iya benaaar, makanannya termasuk murah dan bersahabat dengan lidah Indonesia 😀
Aku kemaren ke Penang dan puas banget. Kemana mana deket, makanan enak dan murah, tp yg gak kuat panasnya ya. Kl gak kuat lgs ngadem ke mall deh. Hahaha
[…] ini saya manfaatkan dengan baik. Beberapa tempat yang saya kunjungi di tahun 2015 adalah: Penang, Paris, Amsterdam, Belgia (Antwerp, Bruges dan Ghent), Stone Garden, keliling Menteng, blusukan […]
[…] Tahun 2015 lalu saya jadi sering merasakan alergi. Menjadi sebuah kebutuhan untuk menyimpan dihydrochloride di rumah dan di tas, selain tolak angin, obat maag, dan obat sakit kepala. Iya, saya fragile banget :D. Karena alergi ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, seperti ketika saya ke Penang. […]