Kemarin saya menulis insta story mengenai highlight kehidupan saya di tahun 2019. Di tengah ritme hidup di Jakarta yang cepat, sejenak memberikan waktu untuk mengingat kembali apa yang sudah saya lewati di tahun 2019, membuat saya ingin memeluk erat diri sendiri sambil mengucapkan “terima kasih sudah berusaha dengan keras”.
Kopi Tiam Oey: Masa Lalu yang Ada di Depanku
[Blog post kali ini ditulis oleh Mr. S, yang akhirnya pulang juga ke Indonesia. Bagi yang sudah pernah membaca blog post sebelum ini, saya sudah sering menceritakan tentang Mr. S.
Setelah tujuh tahun mengadu nasib di Amerika, Mr.S akhirnya pulang for good. Sejak kepulangannya tiga minggu lalu, kami sering berwisata kuliner di sekitar Jakarta. Tempat yang pertama kali kami kunjungi bersama adalah Sabang 16 dan Kopi Tiam Oey. Mr. S terkesima dengan Ijs Koffie Sisiliana yang ada di Kopi Tiam Oey.
Bagi yang sudah lama meninggalkan Indonesia, pasti mengalami apa yang dirasakan oleh Mr. S. Makan makanan tertentu akan menggugah kenangan lalu. Demikian juga ketika mengunjungi tempat-tempat.]Baca selebihnya »
First Date: Traveling ke Amerika Serikat [Part 2]
Culture: perihal Menahan pintu dan tip
Perjalanan lintas negara lintas benua memang membawa banyak hal baru. Salah satu contohnya, di Jakarta saya tidak terbiasa menahan pintu untuk orang di belakang saya. Ketika hari pertama sampai di Milwaukee, saya masih membawa kebiasaan tersebut. Ujung-ujungnya disenyumin Mr. S dan dikasih tau kalau di sana mereka terbiasa untuk menahan pintu agar orang di belakangnya dapat keluar/masuk dengan nyaman. Gentle ya!
Mengenai tip, saya juga tidak terbiasa memberikan tip ketika selesai makan. Lha seringnya makan di warteg. Di sana, secara tidak tertulis, customer akan memberikan tip yang nantinya akan diberikan kepada waiter. Kata Mr. S sih biasanya 15% dari total bill. Tambahan income waiter bergantung pada tip tadi.Baca selebihnya »
First Date: Traveling ke Amerika Serikat [Part 1]
Sebenarnya Benua Amerika tidak pernah masuk dalam list tempat yang ingin saya kunjungi. Selain dikarenakan letaknya yang sangat jauh dari Jakarta, banyaknya isu rasisme juga membuat saya enggan ke sana. Namun takdir berkata lain.
Setelah dua puluh bulan LDR-an dengan Mr. S (iya, kami belum pernah bertatap muka sama sekali di dunia nyata), kami memutuskan untuk kopdar. Persoalan selanjutnya, Mr. S belum bisa pulang ke Indonesia karena masih sibuk dengan urusan kelulusan dan apply kerjaan di sana. Akhirnya saya yang dengan senang hati pergi menempuh jarak lima belas ribu kilo meter, untuk penyegaran setelah lelah dan terseok-seok menjalani tahun 2016 sekaligus menambah list benua yang pernah dikunjungi.
Penerbangan
Awalnya saya ingin merasakan suasana Natal atau Tahun Baru di NYC seperti di film New Year’s Eve, sehingga sejak November sudah berlangganan notifikasi tiket murah di Skyscanner. Namun karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan dan belum ketemu jadwalnya Mr. S yang pas, keinginan tersebut harus diurungkan. Setelah ditimbang-timbang, tanggal keberangkatan diputuskan adalah 5 Januari 2017, dengan harapan memberikan pembukaan yang baik di tahun ini.
Sejak keputusan tersebut, saya hanya punya waktu kurang dari dua minggu untuk mempersiapkan semuanya: winter outfit, menyelesaikan pekerjaan, hingga beli tiket dan pesan penginapan. Karena sudah mepet, maka tiket yang dibeli juga tidak bisa mendapatkan harga yang murah banget, apalagi kalau beli Jakarta – Chicago PP. Ya Allah bisa puasa dua bulan kayaknya hanya untuk beli tiket. Untuk menekan pengeluaran di tiket, saya membeli tiket KL – Chicago PP dengan menggunakan maskapai United Airlines yang bekerja sama dengan ANA. Dari KL ke Narita menggunakan ANA, dari Narita ke Chicago dengan United Airlines. Sementara Jakarta – KL PP, menggunakan Air Asia yang harganya cukup murah untuk penerbangan di hari kerja.
Pengalaman Membuat Visa Amerika
Dibandingkan dengan pengalaman mengurus visa Schengen dan visa Turki sebelumnya, mengurus visa Amerika kali ini terasa lebih melelahkan jiwa. Hal ini dikarenakan banyaknya rumor yang beredar mengenai persyaratan pembuatan visa, dan ketidakjelasan alasan ditolaknya permohonan visa. Kan ga enak ya kalo ditolak tanpa kepastian gitu :p .
Semakin banyak membaca blog dan komen, semakin gundah gulana hati ini *alah*. Setelah ngobrol dan disuruh Mr S, akhirnya saya memantapkan diri untuk mengurus visa.
Sebagai warga negara yang cinta tanah air beta, saya memilih mengajukan visa non imigran (visa turis). Sejak menyelesaikan pengisian formulir DS-160 pada 31 Oktober 2016, passport saya sudah dikembalikan bersama dengan visanya pada 11 November 2016. Berikut langkah-langkah untuk mengurus visa turis Amerika.Baca selebihnya »
Belajar Kehidupan di Jalanan
Suara gemuruh di langit Jakarta sore ini membuat saya bergegas memesan Uber agar bisa segera pulang dari rumah teman di Jakarta Timur. Sebenarnya ada hal yang bikin saya was-was ketika naik taksi online ataupun konvensional sendirian, suasana awkward kalo lagi berdua dengan driver-nya dan diem-dieman kayak orang musuhan. Tapi yang lebih menyebalkan adalah ketika dapat driver yang “berisik” dan bikin saya males nanggepin. Dari titik ini saya menyadari bahwa mendapatkan driver yang asik adalah sebuah rejeki.
Demikian halnya dengan hari ini.
Driver saya adalah seorang mas-mas berusia sekitar early 30s. Obrolan kami diawali dengan tema macetnya jalan tol sekitar TMII yang akan kami lewati, dan pertanyaan “sudah berkeluarga Mba?”. Sebenarnya saya ga paham kenapa sering mendapatkan pertanyaan seperti ini. Sebagai seorang perempuan lajang, berdua bersama stranger, diberikan pertanyaan ini sejatinya mengusik ketenangan saya selama berada di dalam mobil.Baca selebihnya »
Hikmah dari Sebuah Film: Me Before You
Bagi jamaah Game of Thrones, pasti kenal dengan perempuan berambut panjang dan pirang, yang tunggangannya anti macet dan anti mainstream: naga. Yup, Emilia Clarke! Berbanding terbalik dengan sosok Daenerys Targaryen yang diperankannya dalam serial GoT, Emilia pada Me Before You memerankan perempuan manis, chatty dengan selera fashion yang nyentrik, yang bernama Louisa Clark (Lou).
Film ini diawali dengan adegan kruntelan di selimut putih yang hangat, pada jam 6.15 a.m yang membuat saya iri. Selain ada Mas Sam Claflin (Will Traynor) di kasur, dengan senyum manisnya yang bisa bikin diabetes, karena kok ya jam segitu masih pada kruntelan dan belum berangkat ke kantor. Saya jam segitu mah sudah siap-siap memesan ojek *sigh*, terus masih LDR-an pulak *yah curhat*.
NESCAFÉ Dolce Gusto: Ngopi Seru Bersama Barista Pribadimu
Coffee is like a great partner. Always there, comforting without asking questions.
Saya lupa kapan awalnya saya mulai menjalin kedekatan dengan sesuatu yang bernama kopi. Yang pasti, sejalan dengan usia yang bertambah, seiring dengan masalah-masalah hidup yang tidak dapat diselesaikan bersama segelas susu. Ketika malam-malam harus diisi dengan begadang, untuk memastikan bahwa esok hari harus disambut kedatangannya dengan mempersiapkan diri sejak hari ini, saya semakin berhubungan baik dengan kopi.
Meskipun saya tidak mengerti banyak tentang kopi, setiap kali memegang buku menu untuk memilih minuman, jemari saya tak perlu diperintahkan untuk langsung mencari menu yang mengandung kopi. Demikian juga rutinitas sebelum berangkat ke kantor di pagi hari, saya merasa lebih bahagia dan “siap” menghadapi “kejutan” ketika sudah menghirup wangi dan merasakan aliran hangatnya kopi masuk ke dalam tubuh.
Begitulah cinta saya pada kopi.Baca selebihnya »
Budget Traveling ke Turki
Turki merupakan salah satu negara yang masuk ke dalam bucket list saya, selain Eropa Barat yang sudah saya kunjungi di tahun 2015 lalu dalam rangkaian solo trip. Alasannya, karena saya ingin merasakan dan menyaksikan sisa-sisa peninggalan kejayaan Ottoman Empire, terlebih ada rasa was-was jika bangunan-bangunan bersejarah yang ada di sana menjadi sasaran pengeboman selanjutnya. Duh, jangan sampai deh!
“And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.” – Paulo Coelho
Promo Qatar Airways melancarkan terwujudnya keinginan saya untuk melihat Turki yang sebelumnya hanya saya lihat di situs traveling, instagram orang lain, atau di tv. Setelah berdiskusi dengan Dita, akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket ke Istanbul dan memanfaatkan libur panjang di bulan Mei 2016 (biar hemat cuti).
Post kali ini khusus membahas budget untuk traveling ke Turki, sementara cerita tentang perjalanan di Turki akan dituliskan pada post berikutnya 🙂
Baca selebihnya »
Berjodoh adalah Pilihan
Menjadi lajang di usia 25+ banyak suka dukanya. Setidaknya ini berdasarkan pengalaman yang saya rasakan. Hal yang tidak mengenakkan sih biasanya ketika pergi ke kondangan atau lebaran, dengan tidak membawa pasangan. Risih saja kalau ditanya “kapan nyusul menikah nih?”. Padahal pernikahan bukanlah lomba yang dimenangkan oleh siapa yang mencapai depan penghulu duluan.
Entah banyak yang menyadari atau tidak, namun bagi saya hal yang paling membuat sedih menjadi lajang adalah ketika tagihan bulanan datang. Saya harus membayarnya sendirian *kekepin dompet* :P.
Di samping hal-hal tidak enak di atas, sebenarnya ada banyak privilege yang dimiliki seorang lajang. Saya bisa menyelesaikan kuliah pasca sarjana tanpa harus memikirkan biaya membeli susu dan popok. Saya bisa traveling ke tempat yang sebelumnya hanya bisa saya lihat di kartu pos atau Instagram travelers lain, dengan pengeluaran hanya untuk satu orang. Saya bisa pergi ke sana kemari dan membangun networking dengan lebih fleksibel.Baca selebihnya »